Minggu, 22 April 2018

Akui KeilahianNya dan Diselamatkan


Oleh : Luddy Eko Pramono



Pembaptisan memang bukan murni milik umat Kristiani. Tradisi ini sudah lebih dulu dilakukan oleh kaum Yahudi di masa lampau, mereka menyebutnya dengan istilah tevilah.
Kata ini berasal dari kata kerja bahasa Ibrani ‘taval’ yang artinya diselam atau dicelupkan. Kata ini bermakna sama dengan kata baptizo yang diserap dari bahasa Yunani (Mat 3:6).
Istilah taval ini muncul pada waktu Naaman menyelamkan dirinya sendiri di sungai Yordan atas perintah Nabi Elisa (2 Raj 5:14). Setelah itu jenderal kerajaan Aram tersebut sembuh dari penyakit kusta yang ia derita. Dan sebagaimana tertulis di ayat ke 17, Naaman pun mengikrarkan diri menjadi penyembah Allahnya orang Israel.
Momentum itulah yang kemudian menjadi titik tolak upacara baptisan bagi orang-orang non Yahudi, atau yang disebut sebagai proselit. Selain baptis, mereka juga harus disunat dan mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan. Setelah melakukan semua ritual tersebut, barulah mereka diterima secara sah sebagai bagian dari orang Yahudi yang mentaati seluruh perintah Tuhan. 
Dalam perkembangan berikutnya, baptisan tersebut dianggap telah menjadi sekedar sebuah upacara agama atau seremonial religis yang kehilangan makna atau esensinya. Jangankan bagi orang yang berasal dari kalangan proselit, bahkan orang-orang Israel sendiri yang dianggap umat pilihan Allah.
Hal ini tercermin dari ucapan Yohanes Pembaptis berkata kepada orang-orang Farisi dan Saduki yang datang untuk dibaptis: “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan” (Mat 3:7-8).
Aksi Yohanes Pembaptis merupakan gerakan puritan yang ingin menegakkan kembali makna dasar baptisan sebagai bentuk komitmen untuk meninggalkan cara hidup lama yang penuh dengan dosa, kemudian melakukan gaya hidup baru yang sesuai dengan ajaran Tuhan.
Baptisan Yohanes merupakan penegasan bahwa mereka yang memberi diri dibaptis harus memiliki buah-buah pertobatan yang benar. Contoh sederhana yang diberikan Yohanes Pembaptis pada para pemungut cukai yang bertobat adalah “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu”.
Sedangkan kepada para prajurit Romawi yang bertobat, Yohanes Pembaptis menasehatkan, “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.” (Luk 3:12-14).
Ini menunjukkan bahwa baptisan memang hanya sebatas lambang, namun yang terpenting adalah adanya sikap dan perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai manifestasi dari pertobatan yang telah diikrarkan tersebut.
Yohanes Pembaptis mulai mengarahkan bangsa Israel pada kebenaran yang tulus dan murni. Mereka dituntut untuk sungguh-sungguh menunjukkan buah pertobatannya. Setelah dibaptis mereka harus bersedia hidup baru.
Itulah sebabnya Yohanes Pembaptis disebut sebagai utusan Allah yang ‘mempersiapkan jalan bagi Tuhan’. Sebelum Tuhan Yesus mengajarkan kebenaran yang bersifat batiniah, Yohanes Pembaptis sudah merintisnya atau mempersiapkan jalannya.

Baptisan Yesus
Alkitab dengan tegas mengatakan Tuhan Yesus tidak membaptis sendiri umatNya sebagaimana yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis. Murid-muridNyalah yang melakukan hal tersebut (Yoh 4:2). Dan setelah kebangkitan, Tuhan menandaskan perintah tersebut dalam Amanat AgungNya sebagaimana tertulis dalam Injil Matius 28 : 19.
Mengenai hal itu Yohanes Pembaptis mengatakan, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” (Matius 3 : 11).
Yesus membaptiskan setiap orang yang mengakui ke-IlahianNya dengan Roh Kudus yang adalah bagian dari dirinya sendiri dan juga bagian dari Allah Bapa sebagai pribadi yang tunggal.
Dan itu dilakukan cukup hanya dengan sabdaNya saja tanpa memerlukan lambang dan tanda apapun. Hal itu bisa kita lihat dari peristiwa pertobatan salah seorang penjahat yang ikut disalibkan bersamaNya.
Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Lukas 23 : 42-43)
Juga kepada Zakheus si pemungut cukai yang memanggilNya dengan sebutan Tuhan dan menyatakan komitmen imannya berupa kesiapan untuk melakukan penyangkalan diri. ‘Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham’ (Lukas 19 : 9).
Jadi kepada siapapun yang dengan sungguh-sungguh mengimani Yesus adalah Tuhan sebagai bentuk pertobatannya, maka ia akan dibenarkan dan diselamatkan karena rohnya setelah dibaptis sendiri oleh Tuhan Yesus dengan Roh Kudus.Inilah baptisan yang sejati.
“Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. (Roma 10 : 9-10)
Dan setelah itu barulah orang tersebut menyatakan diri pada hamba Tuhan. Selanjutnya, selayaknya ia dibaptis menurut tatacara gereja sebagai pernyataan pertobatannya sekaligus ditetapkan sebagai anggota baru keluarga Allah agar ia bisa diajar tentang segala sesuatu yang telah diperintahkan Tuhan sebagaimana tersurat dalam Kitab SuciNya.
Dengan adanya baptisan tersebut, hamba-hamba Tuhan dan jemaatNya tidak akan ragu-ragu lagi dalam membimbing anggota keluarga barunya tersebut untuk menjalani pertobatan yang murni dan hidup sesuai tuntunan Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada semua umatNya.
Tuhan Yesus juga akan membaptis seluruh umatNya dengan api untuk menguji kemurnian dan daya tahan iman kita kepadaNya. Tentang bagaimana kita bisa memperjuangkan iman kita dengan cara mematikan semua keinginan duniawi.
Galatia 5 : 19 - 21a menyebutkan macam-macam keinginan daging itu berupa, percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.
Ia juga ingin melihat apakah hidup kita telah benar-benar dipenuhi Roh Kudus sehingga kita bisa menghasilkan buah-buah roh berupa, “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5 : 22 – 23a).
Yang perlu kita upayakan adalah taat, tekun dan setia sampai akhir pada pimpinan Tuhan melalui Roh Kudus yang sudah dicurahkan sejak pengakuan kita akan ke-IlahianNya.
Dan jika Tuhan berkenan, Ia akan memperlengkapi kita secara khusus dengan karunia Roh. Diantaranya karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, iman, karunia untuk menyembuhkan, kuasa untuk mengadakan mujizat dan karunia untuk bernubuat.
Tuhan juga akan memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh, berkata-kata dengan bahasa roh serta karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu kepada tiap-tiap orang yang dikehendakiNya (2 Korintus 12 : 8 – 11).
Karunia-karunia tersebut diberikan untuk kepentingan bersama sebagai alat bagi setiap orang percaya untuk menjadikan semua bangsa muridNya dan nama Tuhan akan dimuliakan. Tuhan Memberkati.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar