Minggu, 08 Februari 2015

Lebih Mengenal dan Dikenal-Nya Dengan Doa

Oleh : Jaludieko P.

Komunikasi merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Aktivitas ini diperlukan untuk membina hubungan dengan pihak lain, saling bertukar informasi dan menjadi sarana yang terbaik untuk saling mengenal satu sama lain.
            Pola komunikasi yang disebut interpersonal ini sangatlah efektif karena mampu menimbulkan hubungan yang bersifat pribadi. Dalam komunikasi ini juga melibatkan emosi dan perasaan.
            Dan ciri komunikasi interpersonal lainnya adalah melatih kedua pihak menjadi pribadi yang peka, peduli dan empati pada pasangan komunikasi, sehingga dari berorientasi pada diri sendiri (self oriented) menjadi berorientasi kepada pihak lain.
            Jenis komunikasi ini biasanya dilakukan antar teman, saudara, orang tua dan anak, suami-istri dan sebagainya. Komunikasi yang berlangsung intens maka akan menimbulkan saling pengertian diantara mereka sehingga seringkali pesan yang disampaikan melalui isyarat atau gesture saja bisa saling dimengerti tanpa perlu diucapkan dengan kata-kata.
Tak berbeda dengan hubungan antara manusia, komunikasi yang efektif ini juga harus kita lakukan dengan Tuhan. Tanpa adanya komunikasi yang disebut doa ini maka tidak akan ada kedekatan antara kita dengan Sang Pencipta. Dan semakin sering kita berdoa, maka akan semakin akrablah kita dengan-Nya.
Tuhan dalam Injil Lukas 18 : 1 meminta kita untuk selalu berdoa padanya tanpa jemu, dengan rasa syukur (Filipi 4:6), dalam iman (Yakobus 1:5), dalam kehendak Allah (Matius 6:10), bagi kemuliaan Allah (Yohanes 14:13-14), dan dari hati yang benar dengan Allah (Yakobus 5:16).
Tuhan rindu kita untuk selalu mendekat pada-Nya, membina hubungan baik dengan-Nya. Allah ingin kita selalu mencari Dia, Ia juga ingin agar kita sungguh-sungguh setia kepada Dia.
Doa itu membangun dan memelihara hidup Allah di dalam kita. Yesus, Tuhan kita memelihara hidup Allah di dalam diri-Nya dengan doa; Dia senantiasa berhubungan dengan Bapa-Nya.
Tuhan Yesus selalu berdoa dalam segala hal. Saat dia akan membuat mujizat Ia berdoa terlebih dahulu. Bahkan saat Ia akan disalibkan, Ia meluangkan waktunya untuk berdoa kepada Bapa-Nya meminta kekuatan agar Ia dikuatkan untuk menjalani misi yang diberikan kepada-Nya, begitu jugalah yang harus selalu kita lakukan.
Melalui doa yang terus menerus itu, kita akan semakin mengenal Tuhan. Dan yang lebih penting lagi adalah Tuhan mengenal kita sebagai umatnya yang tekun dan setia pada-Nya.
Dan ketika hubungan itu semakin dekat, erat dan rapat maka antara kita dan Tuhan akan tumbuh rasa kasih, seperti sahabat, seperti seorang anak pada bapanya bahkan bak sepasang kekasih.
Tak ada lagi rasa canggung untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kita. Kita bisa curhat tentang segala sesuatu yang kita alami atau bahkan kita butuhkan dalam hidup kita.
Coba bayangkan, betapa leganya saat kita bisa meluapkan perasaan hati pada seorang teman, orang tua atau pasangan hidup. Plong rasanya, serasa lepas semua beban yang menghimpit dada.
Tapi berbicara dengan manusia menyimpan resiko. Ungkapan isi hati yang sebenarnya hanya diungkapkan secara rahasia pada seseorang itu saja sangat mungkin akan bocor ke telinga orang lain. Bahkan bisa jadi kisahnya akan bertambah atau berkurang sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Tentu kita pasti akan kesal dan marah ketika rahasia itu melebar.
Tapi hal itu tak akan terjadi jika curahan hati itu kita ungkapkan pada Tuhan. Selain dijamin akan tersimpan aman, Tuhan juga pasti akan memberikan jalan keluar terhadap segala persoalan yang kita hadapi.
Seperti dikatakannya dalam Matius 11 : 28, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Sedangkan pemazmur mengatakan, ‘Maka berseru-serulah mereka kepada Tuhan dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nyalah mereka dari kecemasan mereka.’ (Mazmur 107:13)

Doa Itu Bukan Ban Serep
Ada seorang teman yang dengan bercanda mengatalan padaku, “Nggak perlu terlalu sering berdoa, toh Ia sudah tahu apa yang kita inginkan.” Saya mengerti, ia mencoba menyitir ayat dalam Matius 6 : 8.
            Tapi ada sebuah kesalahan pengertian terkait hal itu. Semestinya doa bukanlah cara untuk mendapatkan segala sesuatu dari Allah, tetapi bertujuan untuk dapat lebih mengenal Allah.
Umumnya, sebagian orang melihat doa sebagai suatu kiat untuk mendapatkan segala sesuatu bagi diri kita. Doa adalah suatu interupsi di tengah ambisi pribadi, dan tidak ada seorangpun yang sibuk dengan pekerjaannya, memiliki waktu untuk berdoa.  
Saat seseorang berada dalam kesesakan akalnya hilang bak diterbangkan angin, dan ia akan bertindak berdasarkan bagian yang tersembunyi di dalam diri, yakni berdoa karena sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan.
Memang tak salah melakukan hal itu. Berdoa saat kita kehabisan akal itu bukanlah tindakan pengecut; inilah satu-satunya cara untuk dapat mengerti kenyataan yang ada.
Selama kita merasa cukup dan puas, maka kita tidak perlu lagi meminta apapun dari Tuhan; kita tidak menginginkan-Nya. Hanya jika kita sadar akan kelemahan kita sajalah, maka kita siap mendengar suara Yesus Kristus dan siap melakukan apa yang dikatakan-Nya.
            Namun yang seperti ini sama halnya dengan menempatkan Tuhan sebagai ban serep. Ia diperlukan sewaktu-waktu kala sudah tak ada cara lain untuk menyelesaikan masalahnya.
Doa bukan alat untuk memaksa Tuhan agar mengabulkan permintaan pendoa. Berdoa adalah mencari kehendak-Nya agar kita dapat berjalan dalam rancangan kehendak-Nya. Mestinya doa harus menjadi gaya hidup kita. Menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari agar kita semakin akrab dengan-Nya. Dua alasan itulah yang saya temukan dalam Matius 6 : 5-13.
Doa itu bukan sekedar kata-kata. Bukan pengulangan kalimat-kalimat seperti mantera. Allah mencari hubungan hati yang dekat. Doa akan membawa kita mengenal Allah dan memberi jalan agar Allah dapat menyatakan ketentuan-Nya melalui kita, seturut kehendak-Nya. Kualitas kehidupan doa kita itu menentukan kualitas hubungan kita dengan Dia.
Doa itu bersukacita di hadirat-Nya. Hal itu dapat berupa seperti: penyembahan, pengakuan, ucapan syukur, puji-pujian, minta sesuatu dari Tuhan, menunggu dengan berdiam diri untuk mendengarkan suara Tuhan dan peperangan rohani yang disuruh Tuhan.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar