Senin, 16 Februari 2015

Cintai Tanahmu, Kasihi Airmu



DATA yang dirilis LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan Indonesia memiliki hutan seluas 126 juta hektar. Jumlah itu merupakan 10% dari total luasan hutan tropis di seluruh penjuru dunia yang masih tersisa.
Hutan Indonesia juga merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi ini. Selain itu hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia.
Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.

Namun luasan hutan asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Lalu sejak tahun 2000 hingga 2004, luas hutan yang rusak mencapai 3,4 juta hektar.
Untungnya segera dilakukan upaya reboisasi sehingga pada tahun 2005 kerusakan hutan tercatat 2,8 juta hektar dan terus menurun hingga ke bilangan 2,73 juta hektar pada tahun 2006 lalu. Data ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Salah satu diantaranya adalah pembabatan hutan yang dilakukan untuk pembukaan lahan pertanian kelapa sawit. Hal itu terjadi akibat naiknya permintaan pasar dunia terhadap komoditas pertanian yang menjadi bahan baku utama produksi minyak biodiesel.
Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan penebangan kayu secara manual.
Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing).
Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil.
Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.
Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].
Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia.
Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan.
Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia, dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
(Luddy Eko Pramono, Buku Cintai Tanahmu : Kasihi Airmu)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar