Senin, 12 Januari 2015

Kekuatan Tiga Kata Ajaib Dalam Membentuk Karakter Anak

Siapapun pasti akan bangga saat melihat buah hatinya tumbuh menjadi pribadi yang santun dan memiliki karakter yang baik. Hanya saja, perilaku yang baik itu tidak bisa tercipta dengan sendirinya dalam diri anak-anak. Mereka harus belajar melalui apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
           
Banyak hal yang harus diajarkan pada anak-anak dalam upaya membentuk karakter yang baik dalam diri mereka. Dan kita bisa memulainya dengan membiasakan mereka untuk selalu mengucapkan kata ‘maaf, tolong dan terima kasih’.
            Ketua Yayasan Pendidikan Kristen Taruna Rajawali Sidoarjo, Ninik Suprapti mengatakan sangat besar manfaat yang bisa diambil jika anak terbiasa mengatakan Three Magic Words itu.
            “Yang pertama anak akan tumbuh menjadi pribadi yang merdeka. Artinya mereka tidak akan mudah tertekan oleh keadaan apapun yang dihadapinya. Sportif aja. Jika melakukan kesalahan, mereka dengan besar hati akan meminta maaf kepada siapapun. Sebaliknya mereka juga akan mudah memaafkan sehingga tak pernah menyimpan dendam pada orang lain,” jelas Ninik saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
            Selain itu, anak yang terbiasa mengucapkan Three Magic Words itu juga akan menjadi pribadi yang rendah hati. “Ketika menjadi pimpinan, ia selalu bilang tolong kala menyuruh anak buah atau bawahannya. Dan pastinya ucapan terima kasih juga akan selalu meluncur dari mulutnya setelah sang bawahan atau siapapun selesai melaksanakan tugas yang diberikannya,” tambah ibu dari dua orang anak itu.
            Manfaat yang terutama adalah anak tersebut akan selalu disukai oleh siapa saja dan nantinya setelah dewasa ia akan diterima di semua komunitas lantaran karakternya yang baik dan menyejukkan tersebut. “Kalau sudah begitu maka bukan tidak mungkin berkat akan turun melimpah atasnya,” tandas Ninik sembari tersenyum.
            Karena itulah, maka tiga kata ajaib itu harus dibiasakan dalam kehidupan keluarga. Papa, Mama dan orang lain di dalam rumah tempatnya tinggal yang menjadi pelopor dalam mengucapkan kata-kata tersebut.
            “Perkembangan anak selalu dimulai dari mendengar kemudian menirukannya sebelum kemudian menjadi kesadaran dan kebiasaan. Dan yang ditiru adalah orang tuanya. Karena itu papa dan mama juga harus biasa bilang maaf, tolong dan terimakasih di depan anak atau bahkan kepada anak itu sendiri,” imbuh Ninik.
            Pola inilah yang disebut sebagai pengajaran melalui keteladanan.
Jika ingin anak Anda meminta maaf untuk sebuah kelalaian atau kesalahan yang dilakukannya, maka lebih dulu minta maaflah pada mereka jika Anda melakukan kesalahan.
Kata maaf merupakan kata yang indah. Kata ini mengajarkan pada anak-anak untuk selalu menunjukkan ketulusan hati yang menyatakan penyesalan akan kesalahan yang mereka lakukan tanpa perlu khawatir kehilangan harga diri atau kewibawaan.
            Begitu juga saat anda akan menyuruh anak melakukan sesuatu, maka biasakan mendahuluinya dengan kata tolong. Membiasakan mengucapkan kata ini berarti anda telah mengajar anak-anak untuk selalu meminta sesuatu dengan santun dan lebih terkontrol saat menginginkan sesuatu.
Anak-anak yang terbiasa mengucapkan kata ‘tolong’ akan menjadikannya pribadi yang rendah hati dan menghargai orang lain serta tidak bersikap arogan yang seenak hatinya menyuruh-nyuruh orang lain, terlebih pada kita, orangtuanya sendiri.
Yang terakhir, biasakan diri Anda untuk memberikan penghargaan pada anak-anak Anda. Anda tidak perlu selalu memberikan hadiah pada mereka tiap kali mereka melakukan sesuatu yang membanggakan, cukup katakan terima kasih.
Misalnya katakannya, “Terimakasih ya, Sayang. Rumahnya sekarang jadi bersih karena adek mau bereskan mainan sendiri,”. Mereka akan sangat bangga bila kita, orangtuanya, menghargai apa yang mereka usahakan meski hasilnya mungkin tidak sebagus yang kita harapkan.
 ‘Terima kasih’ adalah kata yang menunjukkan penghargaan yang ada dalam diri pada orang yang telah membantu kita ataupun orang yang memberikan sesuatu. Terima kasih juga mengajar anak-anak kita untuk selalu mengucap syukur atas segala yang mereka nikmati.
            “Memang tak mudah menerapkan hal ini kalau sebelumnya kita tak pernah melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para bapak pada anak-anaknya. Tapi semuanya pasti bisa asalkan kita mau memaksa diri untuk mau memulainya,” tutur Ninik.
            Dan yang terpenting, jangan mudah menyerah. “Kadang kita melakukan itu di rumah, tapi teman-temannya tidak. Ajarkan terus biar ia menjadi berbeda dengan dunia ini dan kemudian menimbulkan dampak bagi orang-orang disekitarnya,’ tandasnya lagi.
            Dan jika tiga kata ajaib itu sudah menjadi bagian yang terpisahkan dari keseharian mereka maka Anda akan mendapat kebanggaan tersendiri. Dan tunggu saja, suatu saat ia akan berkata, "Terima kasih Ma, terima kasih Pa karena telah mendidikku dengan baik.” *Lud

Ajarkan Melalui Keteladanan

Ada beberapa cara yang harus dilakukan agar anak menjadikan kata ‘maaf, tolong dan terima kasih’ menjadi bagian yang terpisahkan dalam hidupnya sehari-hari sehingga mampu membentuk karakternya, yakni :

Mulailah sejak dini
Sebaiknya lakukan sejak sang anak masih dalam kandungan. Mama dan papanya bisa bergantian atau bersama-sama mengajak janin bicara. “Misalnya katakan, tolong jangan keras-keras dong nendangnya, perut mama sakit nih. Atau bisa saja bilang, maaf ya dek tadi mama kerja sampai malam, jadi kamu kecapekan deh dan lain sebagainya,” jelas Ninik.
Metode komunikasi ini sudah dapat dilatihkan pada janin sejak kehamilan berusia 5 bulan atau 20 minggu. Pasalnya, di usia tersebut, janin sudah dapat bereaksi pada suara atau bunyi-bunyian yang berlangsung di luar kandungan. Tak hanya itu, di usia tersebut janin juga sudah memiliki perasaan, kesadaran, dan daya ingat. Jadi sangat perlu untuk mulai mengajarkan tree magic words itu.
Lebih lanjut Ninik mengatakan, komunikasi dengan janin sangat diperlukan untuk perkembangan kecerdasan dan pembentukan kepribadiannya anak kelak. Selain itu komunikasi tersebut juga bisa membuat bayi yang dilahirkan mengalami perkembangan dalam hal keterampilan motorik kasar-halusnya, komunikasi dan kemampuan menolong dirinya sendiri.

Orang tua yang Meneladani
Tak ada cara yang jauh lebih untuk mengajarkan sesuatu pada anak selain melalui keteladanan. “Keteladanan orang tua lebih mudah ditiru anak ketimbang hanya sekadar kata-kata, karena keluarga merupakan interaksi yang pertama bagi anak untuk mengenal lingkungan mereka,” katanya.
Karena itu untuk membiasakan anak mengucapkan kata maaf, tolong dan terima kasih, maka Papa dan Mamanya lah yang harus lebih dulu mengucapkannya pada putra-putrinya.
Mama dan Papa juga harus melakukannya pada pembantu, sopir taksi, tukang sampah, tukang sayur, tukang parker, satpam dan orang-orang yang selalu berinteraksi dengan anggota keluarga. Hal ini mengajarkan pada anak supaya mereka tidak main perintah bahkan terhadap orang yang lebih 'rendah' kedudukannya.
Ini sesuai dengan Firman Tuhan dalam Titus 2:7 yang berbunyi,
‘dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu’

Lakukan berulang kali
Mengajarkan hal baru pada anak tentu tak bisa dilakukan hanya sekali tapi berulang-ulang hingga menimbulkan kesadaran dan kebiasaan. Alkitab mengajarkan tentang hal itu, sebagaimana tersurat dalam Ulangan 6:6-7.
Dan bukan itu saja, selanjutnya dikatakan: "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."

Boleh keras asal tak emosional
Ada kalanya anak sengaja abai meski telah berkali-kali diajar untuk mengucapkan tree magic words tadi. Kalau sudah begitu, tak ada salahnya memberikan hukuman.
Tuhan sendiri juga akan memberikan hukuman pada umatnya yang bersalah. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (2 Samuel 7:14)
Hanya saja yang perlu diperhatikan, hukuman itu harus dilakukan tanpa emosi yang meluap-meluap. “Dalam amarah, biasanya akan mudah lepas kontrol sehingga bisa saja mengeluarkan kata-kata yang sia-sia atau memukul dengan keras. Ini yang tidak boleh,” tandas Ninik lagi.

Hukuman itu haruslah bertujuan mendorong anak melakukan suatu kebaikan, menyadari kesalahannya dan tidak mengulang kesalahan serupa di kemudian hari.*Lud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar