Senin, 12 Januari 2015

Kau adalah Imamat yang Rajani

Data yang tersaji di Kementerian Kesehatan RI menyebutkan hingga akhir tahun 2013 lalu ada lebih dari 6 ribu perempuan berstatus ibu rumah tangga yang mengidap AIDS. Sementara itu ada 3283 anak berusia 0 – 14 tahun juga tumbuh bersama virus mematikan itu di dalam tubuhnya. Dari jumlah itu, 1.437 diantaranya adalah bayi yang baru dilahirkan.

Kemenkes memperkirakan para ibu tersebut tertular dari suaminya yang suka ‘njajan’. Karena itu bayi yang mereka lahirkan pun terpaksa menjadi obyek penderita dan ikut menanggung dosa ayahnya.
            Sementara itu, data di Badan Narkotika Nasional menyebutkan ada 4 juta pecandu narkoba yang tercatat. Dari jumlah itu 70% diantaranya adalah anak-anak usia sekolah. Namun ada pihak lain yang menyatakan jumlah pemadat dikalangan remaja mencapai 4 – 6 juta di seluruh Indonesia.
            Menurut Karol Kumpfer dan Rose Alvarado, profesor dan asisten profesor dari University of Utah, kenakalan anak dan remaja berakar dari masalah-masalah sosial yang saling berkaitan. Dan faktor terbesar adalah pengabaian yang dilakukan oleh orangtua dan kekerasan dalam rumah tangga.
            Ya, semuanya memang berawal dari rumah tangga. Bahkan secara khusus Pdt Dr. Paul Gunadi, dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang mengatakan berbagai masalah keluarga yang terjadi di Indonesia acap kali berhulu pada kurangnya peranan bapa dalam mendidik anak-anaknya.
Menurutnya, sebagian besar dari bapa di Indonesia masih terbelenggu oleh adanya anggapan bahwa mendidik anak merupakan tugas istri. Sedangkan bapa berkewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Begitu kakunya sehingga ada anggapan seorang bapa akan kehilangan kesejatian seorang pria yang jantan dan berwibawa jika sampai ikut-ikutan mengurus anak. Karena itu mereka seakan berlomba untuk menjauhi tugas itu. Padahal disinilah letak kesalahannya yang paling fatal,” katanya sebagaimana dikutip dari situs yesuskristus.com.
Sementara itu Dr. Willy Josep Candra berpendapat bahwa peran bapa sangatlah vital dalam tumbuh kembang anak di masa mendatang. Bahkan Tuhan sendiri yang memberikan perintah para para bapa untuk mendidik anak-anaknya.
Hal ini tertulis dalam Efesus 6:4, yakni ‘Dan kamu bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.’
Gembala Gereja House of Glory Sidoarjo itu menjelaskan bahwa kata ajaran yang digunakan dalam ayat itu bermakna menerapkan disiplin tinggi dalam mendidik. Disiplin harus dijalankan agar anak taat terhadap aturan yang telah ditetapkan dalam Firman Tuhan yang menjadi landasan utama kehidupan dalam keluarga.
Sedangkan kata nasehat lebih bermakna pada komunikasi persuasif dua arah antara bapa dengan anak-anaknya. Nasehat itu bisa disampaikan melalui kata-kata yang lembut. Namun akan jauh lebih bermakna, jika nasehat itu disampaikan melalui perbuatan atau teladan.
Berdasarkan hal itulah, Dr Willy Josep menandaskan bahwa fungsi bapa dalam keluarga, terutama bagi anak-anaknya adalah sebagai imam sekaligus menjadi raja atau imamat yang rajani.

Bapa Sebagai Imam
Seorang Imam bertanggung jawab memberi pengajaran, agar Umat Tuhan tidak binasa dan dapat mengenal Allah. Jika sang imam gagal dalam menjalankan tugasnya, maka akibatnya tidak hanya menimpa dirinya sendiri, tapi juga umat yang digembalakannya. Dan dalam konteks keluarga, fungsi Imam ini dipegang oleh bapa.
            Ada sebuah ayat dalam Hosea 4 : 6 yang  menyatakan, ‘Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu’.
Jelas tertulis disana, saat seorang Bapa gagal menjalankan fungsi ke-imam-an itu, maka Allah akan melupakan anak-anaknya. Apa jadinya dengan anak-anak kita, jika Allah telah melupakan mereka ? Mengerikan bukan.
            Nah agar bisa menjadi imam yang baik, maka bapa harus lebih dulu menjadi orang yang taat, tekun dan setia pada Tuhan. Karena sangatlah tidak mungkin ia menyuruh anaknya melakukan sesuatu jika ia sendiri tak melakukannya. Sebaliknya, akan terlihat konyol jika ia melarang anaknya melakukan sesuatu jika ia sendiri justru mengerjakannya. (baca Matius 7 : 12)
            Uraian diatas menunjukkan bahwa kualitas hidup yang dialami anak-anak di masa mendatang sangat tergantung pada kualitas keimanan sang bapa sebagai imam. Dan seperti yang dikatakan Rasul Yohanes di usia tuanya, ‘Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran".
Tidakkah anda juga menginginkan yang demikian?

Bapa Sebagai Raja
Seorang raja adalah pemimpin. Dan untuk menegakkan kepemimpinannya, ia memiliki otoritas penuh guna mengatur orang-orang yang dipimpinnya. Dan sejak dini anak harus dikenalkan pada otoritas itu agar ia bisa taat pada aturan yang ada serta mampu menempatkan dirinya dengan baik sesuai kapasitasnya dalam lingkungannya sosial.
            Bahkan jika dianggap perlu bapa harus menerapkan strong leadership untuk menumbuhkan ketaatan tadi. Tuhan saja menganjurkan hal ini demi kebaikan si anak seperti tertulis dalam Amsal 23 : 14. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati,” ucapnya tegas.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap tegas itu perlu dilakukan atas dasar kasih sayang bapa pada anak-anaknya. Artinya, memang diperkenankan memarahi anak untuk mendisiplinkan mereka asalkan itu dilakukan tanpa emosi yang berlebihan.
Karena jika terbawa emosi, yang keluar dari mulut justru caci-maki, ucapan yang sia-sia bahkan kekerasan. Padahal Tuhan mengajar pada para bapa untuk tidak membangkitkan amarah dalam hati anak karena diperlakukan terlalu keras.
Sebaiknya jadilah raja yang tegas, berwibawa namun juga lemah lembut. Caranya dengan mengajarnya berulang-ulang sampai timbul kesadaran dari dalam diri mereka sendiri bahwa apapun yang disampaikan bapa dan ibunya merupakan yang terbaik bagi mereka.

Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.( Ulangan 6 : 7). *Lud dari berbagai sumber    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar