Kamis, 08 November 2018

Menapak Jejak Pabrik Gula Sidoarjo (Bagian 2)


Sejarah Gula : Dari Papua ke Persia Hingga Eropa
Ditulis kembali oleh Jaludieko Pramono dari berbagai sumber

Ada banyak versi kisah tentang awal mula pemanfaatan tanaman tebu sebagai bahan pemanis makanan maupun minuman. Ada yang menyebut bangsa Polinesia (Persia) lah yang pertama kali memproduksi sekaligus mengkonsumsi gula tebu pada 510 tahun sebelum masehi.
Teknologi pemerahan tebu itu sendiri ditemukan oleh orang-orang Mesir yang memiliki ahli-ahli pertanian dan kimia. Mereka mengembangkan teknik penyaringan, pemurnian dan kristalisasi gula untuk kepentingan penguasa Kekaisaran Persia yang menjajah Mesir. Inovasi itupun dijaga ketat kerahasiaannya agar produknya bisa dijual dengan harga mahal kepada bangsa-bangsa lain.
Namun rahasia ini terbongkar saat orang-orang Arab menguasai Persia pada tahun 642. Mereka mulai mengenal tanaman tebu yang disebutnya sebagai ‘gelagah Persia’ dan juga gula yang kemudian diperkenalkan ke wilayah-wilayah lain yang mereka taklukkan. Para penguasa Arab mengambil ilmu tentang tata cara budidaya tebu hingga proses produksi gula yang kemudian dikembangkan di daerah-daerah lain yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol. Mereka membuat ladang tebu di Sisilia, Siprus, Malta, Maroko dan Spanyol.
Sementara itu versi lainnya menyebutkan tanaman tebu varietas saccarum officinarum sudah dibudidayakan di Papua sejak 9000 tahun yang lalu. Selanjutnya bibit tanaman itu menyebar ke seluruh nusantara hingga ke Filipina sejak 7000 tahun yang lalu. Penyebarannya meluas melalui jalur migrasi hingga ke seluruh Asia Tenggara,  lalu ke India dan Tiongkok pada masa 800 SM. Gula pertama kali dibuat di India pada masa 400 SM sampai 700 M, yaitu dari nira tebu yang direbus dan dijemur sampai keras. 
Disepanjang wilayah kekuasaan Kekaisaran Makedonia yang membentang
mulai India hingga Mesir, Tentara Alexander Agung menyebarluaskan
tanaman tebu dan gula kristal putih.


Catatan pertama mengenai gula muncul saat pasukan Alexander Agung, menjelajah ke Punjab, India. Salah satu jenderalnya yaitu Nearchus pada tahun 327 SM melaporkan:“Ada tumbuhan gelagah di India yang menghasilkan madu tanpa bantuan lebah, yang dapat dibuat menjadi minuman yang memabukkan, meskipun tanaman tersebut tidak berbiji ataupun berbuah”.
Seorang penulis Yunani yaitu Diosorides menulis: “Ada semacam madu pekat, yang disebut saccharon, ditemukan pada gelagah di India dan Arab, serupa garam dan rapuh seperti garam bila digigit”.
Bahan pemanis itu kemudian disebarkan ke seluruh daerah yang menjadi wilayah kekuasaan kekaisaran Makedonia yang membentang mulai Italia hingga India. Secara perlahan budidaya tebu dan teknologi pembuatan gula menyebar ke barat dan mencapai Persia pada masa 500 SM.
Ahli sejarah pangan, R. J. Forbes menulis: “Gula yang baru dikenal orang-orang Romawi pada abad pertama Masehi, ternyata sudah dibuat di India meskipun dalam jumlah yang tidak banyak”.

Harga Gula Setara Mutiara
Ekspansi Arab ke Mediterania merupakan suatu perkembangan yang sangat penting dalam sejarah gula karena telah menjadi agen penyebaran rasa manis ke Eropa Selatan. Dimungkinkan gula masuk ke daratan Eropa Utara melalui prajurit perang salib yang pulang ke negaranya masing-masing dengan membawa  ‘garam manis’ dari Tanah Suci di awal abad ke 11.
Teori itu didasarkan pada catatan yang ditemukan di Inggris yang menyebutkan pada tahun 1099 orang-orang setempat sudah mengkonsumsi gula tebu. Kala itu, orang Eropa Utara menggunakan madu sebagai satu-satu bahan pemanis makanan dan juga minuman.
Dan sejak itu hingga berabad-abad kemudian orang-orang kaya di benua biru mulai mengimpor gula dari Asia. Karena itu gula merupakan komoditas yang mahal. Dalam sebuah catatan di tahun 1319 disebutkan, harga satu pound atau ½ kg gula  di London setara dengan upah buruh selama beberapa bulan. Saking mahalnya mereka menyebut gula sebagai emas putih karena harganya setara dengan mutiara atau sutera dari Cina.
Selain sebagai bahan pemanis, orang-orang Eropa di abad ke 13 – 15 juga menggunakan gula sebagai obat, terutama bagi penyandang cacat untuk memperkokoh kekuatan mereka.
Di abad ke 15, seorang pengusaha di Venice sukses melakukan pemurnian gula, sehingga bisa menguasai pasar di Iatalia bahkan hampir ke seluruh Eropa karena harga jual yang ditawarkannya jauh lebih murah ketimbang barang impor. Namun hal itu tidak bisa dinikmati terlalu lama setelah Vasco Da Gama berlayar ke India pada tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Dalam catatannya ia menulis tentang adanya sejumlah besar gula disana.
Ludivico di Varthema yang melakukan perjalanan ke India antara tahun 1503-1508 mencatat dalam bukunya “Itinerario de Ludouico de Varthema Bolognese” bahwa di selatan Goa-India, “ada kelimpahan besar gula, terutama gula manisan sebagaimana yang kami lihat”.
Pada saat Duarte Barbosa, ipar dari Ferdinand Magellan, mengunjungi India tahun 1513, dia mencatat “Adanya gula di Benggala yang dibuat untuk makanan, dikemas dan dikirim ke Srilanka dan Arab, tapi orang Benggala ini tidak tahu bagaimana caranya membuat gula putih”.

Iustrasi orang-orang yang didatangkan dari Afrika untuk
dipekerjakan sebagai budak di perkebunan tebu di Karibia
Gula dan Imperialisme Eropa
Ekspansi besar-besaran gula ke Eropa dimulai setelah Christoper Columbus membawa tanaman tebu yang ia dapatkan dari penguasa Kepulauan Cannary untuk ditanam di kawasan Karibia. Iklim yang sesuai dengan habitat tebu membuat tanaman itu bertumbuh dengan subur disana.
Orang-orang Eropa yang berkoloni di Karibia mulai membuka pabrik-pabrik gula disana sejak tahun 1506 untuk memenuhi pasar lokal. Kegiatan ekspor gula dari Kepulauan Karibia, khususnya kawasan Hispanola yang meliputi Haiti dan Dominika, ke Eropa pertama kali dilakukan pada 1525 dengan pengiriman gula sebanyak 3 kapal ke Spanyol. Dan pada tahun 1530 dikirim 12 kapal dengan muatan 1.500 ton gula. Sebelumnya, di tahun 1516 orang-orang Hispanola sempat mengirim gula dalam jumlah kecil sebagai hadiah untuk raja Spanyol.
Sejak saat itu, permintaan orang Eropa terhadap gula terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Karena itu pengusaha di Karibia pun makin aktif memperluas areal perkebunan tebu ke Barbados, Antigua dan sebagian Tobago hingga kawasan hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu.
Dan sebagai tenaga kerjanya, para pemodal Eropa mendatangkan jutaan orang dari Afrika dan India untuk bekerja di perkebunan dan pabrik penggilingan tebu.
Besarnya ceruk pasar gula membuat raja-raja Eropa kian bersemangat mengembangkan industri gula di kawasan selatan melalui aksi penaklukan. Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan secara massal di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di dunia (India, Filipina dan kawasan Pasifik). Keterlibatan para budak dan eksploitasi sumber daya alam dan manusia di daerah jajahan itu membuat harga jual komoditas itu di pasar Eropa bisa jauh lebih murah daripada mengimpor dari kawasan timur yang dikuasai orang-orang Arab. Oleh karena itu, produksi gula sangat erat kaitannya dengan imperialisme dan perdagangan budak di dunia barat. (bersambung)

Sanggar Puspa Kinasih-Sukodono Sidoarjo, medio 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar