Senin, 24 April 2017

Nabi Yeremia - Saksi Kehancuran Israel




Yeremia adalah salah satu nabi perjanjian lama yang berkarya sebelum bangsa Israel (Kerajaan Yehuda) ditaklukkan dan penduduknya dibuang ke Babel. Ia penulis atau narasumber Kitab Yeremia.
Yeremia lahir di Anatot dan hidup sekitar tahun 645 SM, tidak lama setelah pemerintahan raja Manasye berakhir. Ia adalah anak imam Hilkia. Meskipun tidak ada bukti yang secara langsung mendukungnya, Yeremia diduga adalah keturunan Abyatar, imam raja Daud, yang dipecat oleh raja Salomo dari jabatan imamnya di Yerusalem dan diasingkan ke tanah miliknya di kota Anatot. (bnd. 1 Raja-raja 2:26-27).
Menurut keterangan Alkitab (Yeremia 1:6), Yeremia dipanggil sebagai nabi ketika
ia masih muda dan belum pandai bicara, yaitu pada masa pemerintahan raja Yosia, tahun 627 SM.
Yeremia melakukan tugasnya sebagai nabi selama pemerintahan lima raja Yehuda, yaitu pada masa raja Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin dan Zedekia. Secara garis besar, pada masa baktinya Yeremia menentang dua kejahatan pada zamannya, yaitu penyembahan berhala dan ketidakadilan.
Ia juga menentang nubuat para nabi-nabi palsu. Yeremia juga peka terhadap isu-isu kemanusiaan. Yeremia merupakan salah satu nabi yang tidak hanya menyampaikan nubuat atas orang-orang Yehuda, tetapi ia juga mengalami apa yang ia sampaikan. Pesan yang disampaikan melalui pengalaman hidupnya itu dipahami sebagai bentuk dari tindak kenabian.
Yeremia adalah salah satu nabi yang masa pelayanannya cukup panjang. Dia menyaksikan sendiri tiga kali penyerbuan Babel ke Yerusalem hingga kejatuhan kota itu tahun 589 SM.
Setelah itu, walaupun tidak dibawa ke pembuangan ke Babel, dia dipaksa oleh orang-orang sebangsanya untuk mengungsi ke Mesir, meskipun ia memperingatkan mereka untuk tidak melakukannya karena melawan kehendak Allah.
Yeremia diperkirakan meninggal sekitar tahun 580 SM. Ada beberapa pandangan dari para sejarahwan Alkitab, yakni Hieronimus dan Tertulianus yang meyakini Yeremia dirajam di Mesir oleh orang-orang Yahudi.
Ia dan pembantunya, Baruk meninggal setelah kembali dari pembuangan. Ia menyembunyikan peti perjanjian Tuhan di dekat kaki gunung Nebo, pada saat Bait Allah dihancurkan.*
sumber : wikipedia.
Dikutip dari warta jemaat Gereja Bethany Indonesia House of Glory Sidoarjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar