Minggu, 23 April 2017

Kisah Inspiratif - Ada Roh Allah di Hati Bapa




Di beranda sebuah rumah, seorang bapa tengah duduk santai ditemani putrinya yang masih belia. Sang anak memandang bapanya itu dengan seksama. Dilihatnya ada beberapa helai rambut yang mulai memutih dan sudah terlihat kerutan di wajah.
Ia hampiri sang bapa, lalu duduk di pangkuannya. “Rambut bapak kok putih. Wajah bapak juga berkerut-kerut. Kenapa?” tanyanya.
Sang bapa memeluk anaknya erat-erat. Ia cium pipi yang masih merona merah itu lalu berkata, “Sebab aku laki-laki,” katanya sembari memberikan seulas senyum termanis untuk putrinya itu.
Kini, sang anak yang mengerutkan keningnya, “aku tidak mengerti.”
Bapanya membelai rambut panjang anaknya, “nggak apa-apa. Nanti kamu pasti akan mengerti.”
Si anak melompat dari atas pangkuan bapanya. Rasa penasaran yang memenuhi hati dan pikiran mendorong ia untuk mendatangi ibunya. “Ma kenapa rambut bapak putih dan wajahnya jadi keriput.....,” tanya ia pada ibunya.
Dengan tatapan heran, ia pandang putrinya yang menunjukkan wajah memelas seakan memohon sebuah jawaban yang diharapkan bisa memuaskan dahaga keingintahuannya.
Diusapnya rambut di kepala anaknya itu. Sembari memegang kedua bahu muda di hadapannya, si ibu berkata,
“memangnya kenapa. Bapak nggak apa-apa koq. Ya memang seperti itulah lelaki yang sudah dewasa,” jawabnya.
Gadis kecil itu menghela nafas panjang. Ada rasa jengkel dalam hatinya karena tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Lalu ia kembali ke beranda, tempat ia bisa bermain bersama bapanya.
Dan pertanyaan itu terlupa dari benaknya. Hingga beberapa tahun kemudian, saat ia mulai beranjak remaja dilihatnya semakin banyak kerutan di wajah bapanya. Pun demikian dengan helai-helai uban yang kian banyak. Bahu yang kekar itu juga mulai turun. Apalagi saat sang bapa terbatuk-batuk hingga punggungnya makin terlihat terbungkuk-bungkuk.
Ia khawatir bapanya sakit. Ingin sekali rasanya ia tanyakan kenapa bisa begitu. Namun masih terlintas jelas di benaknya jawaban bapa dan ibunya beberapa saat silam.
Tak ingin terombang-ambing oleh rasa penasarannya, iapun membuka laptopnya. Ia buka beberapa situs internet dan mulai membaca dengan seksama setiap kata yang tertulis disana.
“...dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." (kejadian 3 : 19)
Ia termenung, telah ia temukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sarat memenuhi kepalanya tentang bapanya. Tentang jawaban bapanya yang selalu mengatakan, “karena aku adalah laki-laki.”
Ia tahu, Tuhan telah memberikan bahu yang kekar dan berotot agar bapanya mampu membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya.
Ada sisa keperkasaan & mental baja yang terbaca dari bahu terbungkuk sang bapa. Kekuatan dari Allah yang membuat dirinya pantang menyerah, merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, atau badannya yang basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan serta hembusan angin.
Tapi kegagahan itu semakin mengendur seiring bertambahnya waktu dan terus begitu hingga ia kembali menjadi debu.
Dibacanya kalimat berikutnya yang tertulis Ulangan 6 : 7, “......haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Kerut-kerut di wajah bapanya jelas terbayang di depan mata sang gadis. Itulah tanda bahwa ia sudah memakai hikmat dan pengetahuan yang Tuhan berikan untuk melakukan tanggung jawabnya mendidik anak istrinya sesuai dengan ajaran Firman Allah.
Di Amsal 16 : 31 ia membaca, “Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.” Gadis itu tertunduk mengingat uban di kepala bapanya.
Ya...., Tuhan juga telah memberikan makrifat dan kebijaksanaan agar bapanya mampu mencintai & mengasihi keluarganya dalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tak jarang anak-anaknya melukai perasaannya dan melukai hatinya.
Perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat anak dan istrinya tertidur lelap. Sentuhan perasaan itulah yang juga memberikan rasa nyaman dalam pelukan bapa.
Bahu yang terbungkuk, rambut yang memutih dan wajah nan penuh kerutan adalah wujud kesabaran, ketekunan serta keuletan yang telah dilakukan sang bapa dalam usahanya merawat & membimbing seluruh anggota keluarga tanpa keluh kesah. Walaupun di setiap tapak perjalanan hidupnya penuh keletihan dan kesakitan yang kerap menyerangnya.
&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&
Ia berdiri dari kursi belajar dan melangkah keluar kamarnya. Ia hampiri bapanya yang sedang berdoa di biliknya. Sebenarnya ia berniat menunggu hingga bapanya selesai berdoa namun ia tak mampu menahan gejolak hatinya. Ia berlutut dekat bapanya. Ia pegang tangan yang mulai menjelang rentah itu lalu lirih berkata, “Pak, aku mengerti dan bisa merasakan bebanmu.”
Bapa membuka matanya. Tenang nada suaranya saat berkata, ”bebanku tak berarti apa-apa dibanding kasih Bapa kita di Surga.” Dan sang gadispun memeluk bapanya.
“Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.”(Mazmur 103 : 13)
Diambil dari Tabloid House of Glory Sidoarjo Edisi Paskah 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar