Sabtu, 05 Januari 2019

Novel Sejarah Bersambung - Mereka yang Terkhianati - Bagian 1


Bab I : Merebut Sang Putri
Tiga bayangan hitam berkelebat cepat mengiris areal perkemahan pasukan Gegelang yang diatur rapi pada sebidang tanah rata di Buntak. Gerak bayangan itu berhenti beberapa depa 1) dari batas lor perkubuhan.
Saat itu malam begitu pekat. Sang candra serasa malas tunaikan tugasnya. Rasanya sudah jengah ia melihat pertumpahan darah yang tak kunjung usai di tlatah Jawa. Sudah beberapa hari, ia dan sang surya bergantian menjadi saksi pembantaian prajurit-prajurit perkasa. Tubuh-tubuh rubuh bersimbah ludira lantaran anak panah, pedang, kapak, trisula muka, tombak dan gadah lawannya.
Yang terluka langsung ditikam tanpa rasa iba. Tak mau mereka repot membawa tawanan pulang. Bunuh...bunuh...dan bunuh. Begitu saja teriakan sang prawira yang memimpin gerak laju para bala tamtamanya.
Bau anyir pun menyeruak tajam. Meluas panjang dari Kedung Peluk, Lemah Batang ke Kapulungan hingga Rabutcarat. Kengerian berlanjut di Hanyiru, Kurawan, Kembangsari hingga akhirnya tertambat di Buntak.
Tak terbilang banyaknya lelaki yang meregang nyawa. Yang selamat memilih kabur tak tentu arah. Entah dari bala tentara Tumapel 2) maupun pasukan dari kerajaan Gegelang.3)
Namun akhirnya pasukan Gegelang dibawah pimpinan Patih Kebo Mundarang dan Dyah Ardharaja 4) lah yang jadi jawaranya. Panji-panjinya tegak berkibar di atas reruntuhan pura kadityan Singhasari 5). Diatas tubuh kaku Sang Kertanegara 6), Mahapatih Kebo Anengah,  Panji Angragani, Wirakreti dan Empu Raganata.
Tak ada yang tertinggal disana. Semua sisi istana yang dibangun Raja pertama Tumapel, Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra 7) itu lantak tak tersisa. Emas, barang berharga dan berbagai pusaka diangkut ke Dhaha sebagai rampasan perang bagi Dyah Jayakatwang 8), penguasa Gegelang.
Pun demikian dengan para putri puspaingkaputren 9). Mereka diboyong sebagai ratna sutawan 10) untuk dipersembahkan pada junjungannya. Diantara mereka termasuk Tribuwaneswari dan Dewi Gayatri, istri-istri sang pewaris tahta Tumapel, Dyah Nararya Sangramawijaya. 11)
Satu hal yang malam itu membuncah di dada cucu Narasinghamurti.12) Ia memang kalah perang. Mertuanya tewas, pasukannya mati atau semburat. Tahta warisannya pun telah hancur lebur. Tapi tak ikhlas ia jika kedua tambatan jiwanya harus memanggul status yang menghinakan, ratna sutawan.
Lebih tak rela lagi jika keduanya harus sujud menyembah di kaki Jayakatwang dan Ardharaja. Bapa dan anak durjana yang tega berkhianat pada junjungannya,Prabu Kertanegara yang digdaya.
Mereka menusuk dari belakang. Menyerbu kala istana tengah dalam pesta pora pernikahan Dyah Sangramawijaya dengan kedua putri Kertanegara. Saat sebagian kawula Tumapel sedang mabuk oleh tuak. Sementara kekuatan utama negara justru tengah berjuang di Swarnadwipa untuk menghadang laju kepongahan Khubilai Khan, Kaisar Mongol.
Amarah dan dendam anak Lembu Tal itu membuncah laksana kobaran api yang ditimpa biji-biji jarak kering. Karena itu ia putuskan untuk turun gelanggang sendiri merebut kedua mutiaranya dari tangan-tangan kotor pasukan Gegelang di perkemahannya.
Meski dikenal sebagai satria yang cura, dira dan deraka,13) namun Sang Dyah Wijaya tak mau ceroboh apalagi bertindak bodoh. Bukan perkara mudah sendirian menerobos perkemahan yang berisi ratusan pasukan Gegelang untuk membebaskan belahan hatinya.
Apalagi, para satria utama Dhaha juga ikut ada disana. Dyah Ardharaja, Patih Kebo Mundarang, Jaran Guyang, Jangkung Angilo, Sura Tiggya, Kuda Paksa dan Pakis Jingga. Selain itu ada juga Lembu Tumangtang, Santar dan Gagak Pangguhan serta Mantri Segara Winotan.
Untuk mengatasi semuanya, Dyah Wijaya meminta dua orang arya kepercayaannya, Gajah Pagon dan Lembu Sora menemaninya. Dan bayangan ketiga lelaki perkasa itulah yang berkelebatan dalam kepekatan ratri di perkubuhan pasukan Gegelang. Di belakangnya, beberapa arya Tumapel lainnya mengikuti mereka. (bersambung)


Catatan kaki

1.     Depa : 1  Depa diambil dari ukuran panjang kedua tangan yang direntangkan, dihitung dari mulai ujung jari salah satu tangan sampai ke ujung jari tangan lainnya yang kira-kira sepanjang 1,8 meter.
2.     Tumapel merupakan kerajaan yang didirikan pada tahun 1222 oleh Sri Rajasa Sang Amurwabhumi atau Rangga Rajasa yang kemudian menjadi raja pertama. Kerajaan yang diperkirakan berlokasi di Kabupaten Malang-Jawa Timur ini beribukota di Kutaraja.
Raja terakhir, Kertanagara, kemudian mengganti nama ibukota kerajaannya menjadi Singhasari atau Singasari atau Singosari yang kemudian justru jauh lebih dikenal daripada nama Tumapel sendiri.
Kerajaan ini runtuh pada tahun 1292 usai diserbu pasukan dari Gegelang di tengah-tengah pesta pernikahan putri Raja Kertanagara dengan Dyah Wijaya.
3.     Gegelang atau Gelang-Gelang atau Glangglang adalah kerajaan yang diperkirakan berlokasi di dusun Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun.
Hingga saat ini baru Prasasti Mula Manurung bertarikh 1255 M sebagai bukti sejarah tertua yang menyebut nama kerajaan tersebut. Diperkirakan kerajaan tersebut sudah berdiri jauh sebelumnya. Hanya saja keterbatasan sumber sejarah yang ada membuat kisah tentang kerajaan tersebut masih belum banyak terungkap.
4.     Dyah Ardharaja adalah putra dari Jayakatwang dan Narrarya Turukbali, penguasa Kerajaan Gegelang. Dalam prasasti Kudadu ia juga disebutkan sebagai menantu Raja Tumapel yang terakhir, yakni Kertanegara.
5.     Singhasari adalah nama ibukota kerajaan Tumapel di masa pemerintahan Raja Kertanegara.
6.     Kertanegara adalah raja terakhir Tumapel. Ia disebut sebagai raja yang memiliki ambisi besar untuk memperluas wilayah kerajaannya hingga ke luar pulau Jawa.
Kertanagara adalah putera Wisnuwardhana raja Singhasari di tahun 1248-1268 sedangkan ibunya bernama Waning Hyun. Berdasarkan prasasti Mula Malurung, Kertanagara sempat dinobatkan sebagai yuwaraja di Kadiri tahun 1254 dan baru di tahun 1268 ia naik tahta kerajaan Tumapel menggantikan ayahnya.
Istri Kertanagara bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri, yakni Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Menurut Prasasti Kudadu, putri-putrinya itu menikah dengan Raden Wijaya putra Lembu Tal, dan Ardharaja putra Jayakatwang.
Kertanagara meninggal dunia pada tahun 1292 M akibat pemberontakan Jayakatwang yang merupakan sepupu, yang juga  ipar, sekaligus besannya sendiri.
7.     Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra  adalah Abhiseka atau nama penobatan pendiri kerajaan Tumapel setelah menaklukkan kerajaan Kediri. Kitab Pararaton mengidentifikasinya dengan sebutan Ken Arok dengan segala latar belakang buruknya.
Namun ada sumber lain yang menyebutkan ia adalah putra dari Rakyan Ginantaka, juga cucu Rakyan Wirandhaka selaku Senapati Sarwajala Kerajaan Kediri di masa Pemerintahan Sri Maharaja Rakay I Hino Sri Aryeswara Madhusudhana Watarirajaya Kameswara, atau yang dikenal dengan nama Prabu Kameswara I.
Ia melakukan pemberontakan pada Raja Kediri yang dinilai telah melakukan perbuatan menyimpang atas dorongan para Brahmana. Untuk itu ia membangun kekuatan pasukan di wilayah Tumapel sebelum melakukan penyerangan ke Dhaha.
Kemenangan besar dalam peperangan terakhir di Ganter memunahkan kejayaan Dhaha. Rangga Rajasa kemudian mendirikan kerajaan Tumapel di tahun 1222 yang beribukota di Kutaraja. Sedangkan Dhaha dijadikan kerajaan bawahan.
8.     Dyah Jayakatwang juga sering disebut dengan nama Jayakatong, Aji Katong, atau Jayakatyeng atau Haji Katang menurut penulisan kronik China. Ia adalah suami dari Narrarya Turuk Bali yang diangkat sebagai ratu di Gegelang.
Jika ditilik dari silsilahnya, ia adalah keturunan Erlangga yang membangun kerajaan Panjalu Daha. Kakek buyutnya bernama Kertajaya, penguasa terakhir Kerajaan Daha sebelum dikalahkan Ranggah Rajasa pada tahun 1222 M.
Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakretagama menulis, setelah peristiwa itu Rangga Rajasa mengangkat putra Kertajaya bernama Jayasabha sebagai raja di daerah Kadiri. Berikutnya Jayasabha memiliki putra bernama Sastrajaya yang adalah ayah dari Jayakatwang.
Prasasti Kudadu dan Prasasti Pucangan/Penanggungan menyebut Jayakatwang sebagai bupati Gegelang saat menyerang pusat pemerintahan kerajaan Tumapel pada tahun 1292.
Namun kekuasaan yang ia bangun di tanah nenek moyangnya, Kediri, tidak berlangsung lama setelah diserbu pasukan Majapahit yang berkolaborasi dengan balatentara Madura dan Mongol pada 1293.
9.     Puspaingkaputren adalah istilah yang dipakai pengarang untuk menyebut para putri raja.
10.  Ratna Sutawan adalah istilah yang dipakai pengarang untuk menyebut para putri raja yang menjadi tawanan setelah kerajaannya dikalahkan dalam sebuah perang.
11.  Dyah Nararya Sangramawijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Istilah ‘Dyah’ merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "Raden". Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan.
Raden Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Kitab Pararaton menambahkan, Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Rangga Rajasa pendiri Kerajaan Tumapel.
12.  Narasinghamurti adalah tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Tumapel. Sejarawan Slamet Muljana memperkirakan Narashingamurti adalah nama gelar yang dipakai saat ia menjadi raja di negara bawahan Tumapel. Sedangkan nama aslinya adalah Narajaya.
Dalam Prasasti Mula Manurung yang bertarikh 1255 M, Wisnuwardhana, Raja Tumapel menyebut nama Narajaya sebagai saudara sepupunya yang diberi posisi sebagai Yuwaraja di Hering.
Kitab Nagarakretagama menyebut ia sebagai ayah dari Dyah Lembu Tal yang kemudian memperanakkan Dyah Wijaya. 
Prasasti Penampihan yang dikeluarkan oleh Kertanagara (putra Wisnuwardhana) menyebut Narasinghamurti meninggal dunia tahun 1269.
13.  cura, dira dan deraka adalah kata serapan dari bahasa Sansekerta atau Jawa kuno yang berarti berani, kokoh dan kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar