DATA yang dirilis LSM
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan Indonesia memiliki hutan
seluas 126 juta hektar. Jumlah itu merupakan 10% dari total luasan hutan tropis
di seluruh penjuru dunia yang masih tersisa.
Hutan Indonesia juga merupakan paru-paru
dunia, yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di
muka bumi ini. Selain itu hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies
binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi,
1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia.
Sebagian
diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Namun luasan hutan asli Indonesia menyusut
dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Pada periode 1997-2000 menjadi
3,8 juta hektar per tahun. Lalu sejak tahun 2000 hingga 2004, luas hutan yang
rusak mencapai 3,4 juta hektar.
Untungnya segera dilakukan upaya reboisasi
sehingga pada tahun 2005 kerusakan hutan tercatat 2,8 juta hektar dan terus
menurun hingga ke bilangan 2,73 juta hektar pada tahun 2006 lalu. Data ini
menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan
tertinggi di dunia.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak
terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan
tropis secara besar-besaran. Salah satu diantaranya adalah pembabatan hutan
yang dilakukan untuk pembukaan lahan pertanian kelapa sawit. Hal itu terjadi
akibat naiknya permintaan pasar dunia terhadap komoditas pertanian yang menjadi
bahan baku utama produksi minyak biodiesel.
Penebangan hutan di Indonesia yang tak
terkendali telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan
banjir-kap, dimana orang melakukan penebangan kayu secara manual.
Penebangan hutan skala besar dimulai pada
tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan
tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing).
Selain itu, areal hutan juga dialihkan
fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan
hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan
pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai,
pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah
dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil.
Di saat yang sama juga terjadi peningkatan
aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok
masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat
pemerintah dan keamanan.
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan
Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang
rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.
Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003,
tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban
jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan
bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas
Penanggulangan Bencana, 2003].
Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan
beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi
sebagian rakyat Indonesia.
Hutan merupakan tempat penyedia makanan,
penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat
Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan
sumber makanan dan obat-obatan.
Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan
Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia,
dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
(Luddy Eko Pramono,
Buku Cintai Tanahmu : Kasihi Airmu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar