Data yang tersaji di
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan hingga akhir tahun 2013 lalu ada lebih
dari 6 ribu perempuan berstatus ibu rumah tangga yang mengidap AIDS. Sementara
itu ada 3283 anak berusia 0 – 14 tahun juga tumbuh bersama virus mematikan itu di
dalam tubuhnya. Dari jumlah itu, 1.437 diantaranya adalah bayi yang baru
dilahirkan.
Kemenkes
memperkirakan para ibu tersebut tertular dari suaminya yang suka ‘njajan’.
Karena itu bayi yang mereka lahirkan pun terpaksa menjadi obyek penderita dan
ikut menanggung dosa ayahnya.
Sementara itu, data di Badan
Narkotika Nasional menyebutkan ada 4 juta pecandu narkoba yang tercatat. Dari
jumlah itu 70% diantaranya adalah anak-anak usia sekolah. Namun ada pihak lain
yang menyatakan jumlah pemadat dikalangan remaja mencapai 4 – 6 juta di seluruh
Indonesia.
Menurut Karol Kumpfer dan Rose
Alvarado, profesor dan asisten profesor dari University of Utah, kenakalan anak
dan remaja berakar dari masalah-masalah sosial yang saling berkaitan. Dan
faktor terbesar adalah pengabaian yang dilakukan oleh orangtua dan kekerasan dalam
rumah tangga.
Ya, semuanya memang berawal dari
rumah tangga. Bahkan secara khusus Pdt Dr. Paul Gunadi, dosen di Seminari
Alkitab Asia Tenggara Malang mengatakan berbagai masalah keluarga yang terjadi
di Indonesia acap kali berhulu pada kurangnya peranan bapa dalam mendidik anak-anaknya.
Menurutnya, sebagian besar dari bapa di
Indonesia masih terbelenggu oleh adanya anggapan bahwa mendidik anak merupakan
tugas istri. Sedangkan bapa berkewajiban mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
“Begitu kakunya sehingga ada anggapan seorang
bapa akan kehilangan kesejatian seorang pria yang jantan dan berwibawa jika
sampai ikut-ikutan mengurus anak. Karena itu mereka seakan berlomba untuk
menjauhi tugas itu. Padahal disinilah letak kesalahannya yang paling fatal,”
katanya sebagaimana dikutip dari situs yesuskristus.com.
Sementara itu Dr. Willy Josep Candra
berpendapat bahwa peran bapa sangatlah vital dalam tumbuh kembang anak di masa
mendatang. Bahkan Tuhan sendiri yang memberikan perintah para para bapa untuk
mendidik anak-anaknya.
Hal ini tertulis dalam Efesus 6:4, yakni ‘Dan
kamu bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.’
Gembala Gereja House of Glory Sidoarjo itu
menjelaskan bahwa kata ajaran yang digunakan dalam ayat itu bermakna menerapkan
disiplin tinggi dalam mendidik. Disiplin harus dijalankan agar anak taat
terhadap aturan yang telah ditetapkan dalam Firman Tuhan yang menjadi landasan
utama kehidupan dalam keluarga.
Sedangkan kata nasehat lebih bermakna pada
komunikasi persuasif dua arah antara bapa dengan anak-anaknya. Nasehat itu bisa
disampaikan melalui kata-kata yang lembut. Namun akan jauh lebih bermakna, jika
nasehat itu disampaikan melalui perbuatan atau teladan.
Berdasarkan hal itulah, Dr Willy Josep
menandaskan bahwa fungsi bapa dalam keluarga, terutama bagi anak-anaknya adalah
sebagai imam sekaligus menjadi raja atau imamat yang rajani.
Bapa Sebagai Imam
Seorang
Imam bertanggung jawab memberi pengajaran, agar Umat Tuhan tidak binasa dan
dapat mengenal Allah. Jika sang imam gagal dalam menjalankan tugasnya, maka
akibatnya tidak hanya menimpa dirinya sendiri, tapi juga umat yang
digembalakannya. Dan dalam konteks keluarga, fungsi Imam ini dipegang oleh
bapa.
Ada sebuah ayat dalam Hosea 4 : 6
yang menyatakan, ‘Umat-Ku binasa karena tidak
mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak
engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka
Aku juga akan melupakan anak-anakmu’.
Jelas tertulis disana, saat seorang Bapa
gagal menjalankan fungsi ke-imam-an itu, maka Allah akan melupakan
anak-anaknya. Apa jadinya dengan anak-anak kita, jika Allah telah melupakan
mereka ? Mengerikan bukan.
Nah agar bisa menjadi imam yang
baik, maka bapa harus lebih dulu menjadi orang yang taat, tekun dan setia pada
Tuhan. Karena sangatlah tidak mungkin ia menyuruh anaknya melakukan sesuatu
jika ia sendiri tak melakukannya. Sebaliknya, akan terlihat konyol jika ia
melarang anaknya melakukan sesuatu jika ia sendiri justru mengerjakannya. (baca
Matius 7 : 12)
Uraian diatas menunjukkan bahwa
kualitas hidup yang dialami anak-anak di masa mendatang sangat tergantung pada
kualitas keimanan sang bapa sebagai imam. Dan seperti yang dikatakan Rasul
Yohanes di usia tuanya, ‘Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada
mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran".
Tidakkah anda juga menginginkan yang
demikian?
Bapa Sebagai Raja
Seorang
raja adalah pemimpin. Dan untuk menegakkan kepemimpinannya, ia memiliki
otoritas penuh guna mengatur orang-orang yang dipimpinnya. Dan sejak dini anak
harus dikenalkan pada otoritas itu agar ia bisa taat pada aturan yang ada serta
mampu menempatkan dirinya dengan baik sesuai kapasitasnya dalam lingkungannya
sosial.
Bahkan jika dianggap perlu bapa
harus menerapkan strong leadership untuk menumbuhkan ketaatan tadi. Tuhan saja
menganjurkan hal ini demi kebaikan si anak seperti tertulis dalam Amsal 23 :
14. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari
dunia orang mati,” ucapnya tegas.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap tegas itu
perlu dilakukan atas dasar kasih sayang bapa pada anak-anaknya. Artinya, memang
diperkenankan memarahi anak untuk mendisiplinkan mereka asalkan itu dilakukan
tanpa emosi yang berlebihan.
Karena jika terbawa emosi, yang keluar dari
mulut justru caci-maki, ucapan yang sia-sia bahkan kekerasan. Padahal Tuhan
mengajar pada para bapa untuk tidak membangkitkan amarah dalam hati anak karena
diperlakukan terlalu keras.
Sebaiknya jadilah raja yang tegas, berwibawa
namun juga lemah lembut. Caranya dengan mengajarnya berulang-ulang sampai
timbul kesadaran dari dalam diri mereka sendiri bahwa apapun yang disampaikan
bapa dan ibunya merupakan yang terbaik bagi mereka.
Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun.( Ulangan 6 : 7). *Lud dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar