Dari Renomencil, Lumpur Itu Bermula
By : Luddy Eko Pramono
KAWASAN yang tak seberapa
luas itu sebenarnya berada di dalam wilayah Desa Renokenongo, tapi warga
setempat biasa menyebutnya Renomencil. Nama baru itu muncul setelah pembangunan
jalan tol Surabaya - Gempol pada 1980-an membuat areal itu terpencil dari
permukiman utama Desa Renokenongo. Renomencil terletak di sebelah barat jalan
tol, sementara permukiman utama warga Desa Renokenongo terletak di sisi
timur-nya.
Di Renomencil, Lapindo Brantas Inc.
melakukan pemboran Sumur Banjar Panji 1 sejak Maret 2006. Tanah itu memang tak
terlalu produktif. Pasalnya si pemilik tanah enggan mengolahnya sebagai areal
pertanian lantaran adanya batas fisik berupa jalan tol tadi. Dan warga setempat
tak pernah tahu ada aktivitas pengeboran minyak dan gas bumi disana karena
memang tak pernah ada pemberitahuan apalagi sosialisasi dari pihak terkait.
Sepengetahuan mereka, lahan tersebut dipakai untuk peternakan ayam dan kandang
kuda.
Namun rahasia itupun tersingkap kala
diketahui adanya asap putih yang menyembur dari rekahan tanah yang berada
sekitar 50 meter dari lokasi pengeboran milik Lapindo Brantas Inc, Minggu, 28 Mei 2006, sekitar pukul 22.00 wib.
Semburan gas hidrogen sulfida (H2S) bercampur
dengan air dan lumpur yang bersuhu sekitar 70 derajat celcius itu cukup banyak
sehingga bisa menggenangi areal di sekitar lokasi pengeboran tersebut. Tujuh
jam kemudian, sekitar pukul 5 pagi (29/5) sebuah ledakan keras keluar dari
mulut lubang semburan gas dan lumpur tersebut. Sejak saat itu lokasi pengeboran
langsung ditutup petugas dari Polsek Porong, selain itu areal sekeliling areal
tersebut juga telah diberi garis polisi.
Itulah awal bencana yang kemudian
dikenal dunia dengan nama luapan lumpur Sidoarjo. Namun di awal kemunculannya,
mata publik belum sepenuhnya fokus pada kejadian tersebut. Perhatian masyarakat
masih tersita kejadian gempa di Yogyakarta berkekuatan 5,9 skala richter yang
terjadi pada waktu yang bersamaan.
Hanya warga desa Renokenongo saja yang memperhatikan peristiwa tersebut.
Mereka begitu ‘takjub’ melihat lumpur panas yang menggenangi areal persawahan
dan rawa-rawa disana. Luapan lumpur itu bahkan mampu membuat tetumbuhan yang
ada disekitarnya, diantaranya pohon sengon, pisang, dan bambu serta rumput
alang-alang langsung kering kerontang. Ikan dan bekicot di rawa-rawa juga mati
mengambang. Selain itu bau seperti amoniak tercium hingga radius 500 m dari
titik semburan.
Bahkan keesokan harinya, sumber
semburan lumpur pun bertambah. Dari satu titik menjadi dua titik lalu
berkembang hingga menjadi enam titik sekaligus. Sebagian diantaranya berada di
areal persawahan dan bahkan tepat di bagian belakang rumah warga desa
Renokenongo. Tapi berikutnya semburan liar dari titik-titik itupun berhenti dan
terpusat dari lubang pertama dengan debit antara 50 ribu meter kubik per hari
hingga mampu menggenangi sawah dan rawa seluas lebih dari 2 ha.
Tanggul-tanggul pun segera dibangun
untuk untuk menahan laju lumpur menuju areal pemukiman warga. Tanggul serupa
juga didirikan di sepanjang sisi ruas jalan tol Surabaya – gempol, khususnya di
Km 38 dan 39 mengingat ketinggian tumpukan lumpur sudah melebihi titik nol
jalan.
Luapan lumpur kian tak bisa
dikendalikan. Per 5 Juni di tahun itu, 188 KK atau 725 penduduk Dusun Siring
Tangunan dan Dusun Renomencil terpaksa mengungsi ke Balai Desa Renokenongo, Pasar
Baru Porong atau ke rumah-rumah sanak famili yang tersebar di sejumlah tempat.
Kian hari, areal yang terendam
luapan lumpur itupun kian luas. Bukan hanya daerah pemukiman warga namun juga lumpur
juga mulai menggenangi areal persawahan bagian selatan lokasi semburan yang
berbatasan dengan Desa Jatirejo.
Dan
tentu saja jumlah penduduk yang diungsikan pun juga bertambah banyak setelah tanggul-tanggul
penahan lumpur disana tidak mampu lagi menahan debit lumpur yang semakin
membesar.
Rumah dan Sawah Terbenam Lumpur
Dan
di hari itu, lumpur panas mulai menggenangi areal pemukiman di Kelurahan
Siring, Jatirejo dan Desa Kedungbendo. Keesokan harinya, PT Jasa Marga pun
memutuskan untuk menutup ruas jalan mulai dari gerbang tol Porong hingga
Gempol. Pertimbangannya, luapan lumpur tersebut telah menganggu pengguna jalan,
baik akibat luapan lumpurnya, genangan air maupun bau menyengat yang
ditimbulkannya.
Pada bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini
telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan
Tanggulangin. Tak kurang 10.426 unit rumah dan 77 unit rumah ibadah terendam
lumpur. Akibatnya, lebih dari 25 ribu jiwa warga setempat diungsikan ke lokasi yang
aman.
Adapun luasan areal produktif yang tak lagi
bisa dikelola adalah lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring. Juga areal persawahan padi seluas 172,39 ha di Siring,
Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki dan Pejarakan di Kecamatan Jabon.
Begitu juga dengan 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor
kijang.
Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa
menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat
1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini. Empat kantor
pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja. Tidak
berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon).
Memasuki akhir September 2006, Desa Jatirejo
Wetan termasuk dusun Jatianom, Siring Tangunan dan Kedungbendo, tenggelam
akibat tanggul penahan lumpur di Kelurahan Siring dan Renokenongo kembali
jebol.
6 Desember 2006, Perumtas I dan II tergenang
lumpur dengan ketinggian yang beragam. Di laporkan lebih dari 2000 jiwa harus
mengungsi ke Pasar Baru Porong. Dan di
awal Januari 2007, Perumtas I dan II sudah terendam seluruhnya.
Memasuki April 2007, lumpur dan air mulai
merendam Desa Ketapang bagian Timur akibat luapan lumpur yang bergerak ke arah
Barat menuju jalan raya Surabaya Malang gagal ditahan oleh tanggul-tanggul
darurat di perbatasan antara desa Kedungbendo dan Desa Ketapang. Dilaporkan
lebih dari 500 orang harus mengungsi ke Balai Desa Ketapang.
10 Januari 2008, Desa Ketapang Barat dan
Siring Barat terendam air dan lumpur akibat tanggul di sebelah Barat yang
berdekatan dengan jalan raya Malang-Surabaya jebol karena tidak mampu menahan
lumpur yang bercampur dengan air hujan. Dilaporkan sekitar lebih dari 500 orang
mengungsi ke Pasar Porong atau ke sanak keluarga mereka yang terdekat.
Dengan demikian sampai November 2008,
terdapat 18 desa yang terendam lumpur, yang meliputi: Desa Renokenongo, Kelurahan
Jatirejo, Mindi dan Siring, Desa Kedungbendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum,
Kedung Cangkring, Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang,
Gempolsari, Kesambi, dan Kalitengah.
Meledaknya Pipa Pertamina
‘Kiamat
kecil’. Begitu istilah yang dipakai warga di sekitar luapan lumpur Sidoarjo menyebut
peristiwa yang terjadi pada Rabu (22/11). Sekitar pukul 20.11 wib, terdengar
ledakan yang sangat keras. Suaranya jelas terdengar hingga berkilo-kilo meter,
belum lagi semburan api yang membumbung ke langit hingga membuat warga setempat
panik dan kontan berhamburan tak tentu arah. Mereka berusaha menyelamatkan diri
dari dari sebuah kejadian yang tak mereka ketahui asal muasalnya.
Ternyata, suara menggelar itu
berasal dari pipa gas berdiamater 28 inci milik PT Pertamina yang pecah dan meledak
tepat di bawah tanggul penahan lumpur di sisi selatan jalan tol. Ledakan
terjadi akibat gas bertekanan 440 psi (pounds per inch square) bercampur dengan
udara (oksigen) keluar dari pipa dan terbakar. Pipa tersebut mengalirkan gas
dari lokasi eksploitasi di Pagerungan Madura dan Maleo menuju Gresik.
Akibatnya tanggul utama penahan
lumpur di desa Kedungbendo rusak parah dan tidak mampu menahan laju luapan
lumpur. Dari peristiwa tersebut sejumlah desa, diantaranya Desa Kali Tengah dan
Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera Kecamatan Tanggulangin, mulai tergenang
lumpur.
Robohnya tanggul penahan lumpur itu
juga menyebabkan ruas jalan tol Porong-Gempol, mulai dari KM 37,600 hingga KM 38,600
terendam air dan lumpur panas dengan kedalaman sekitar dua meter.
Yang lebih menggiriskan, peristiwa tersebut
juga menyebabkan 14 orang luka-luka dan 14 orang lainnya tewas baik di tempat
kejadian maupun setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Mereka
yang menjadi korban jiwa antara lain :
Korban
meninggal:
1.
Kapten
Inf Afandi (Danramil Balongbendo Sidoarjo)
2.
Kapten
Inf Hendro Priyono (Danramil Taman Sidoarjo)
3.
Serda
Kapten Indra Pudji (Yon Zipur Kodam V/ Brawijaya)
4.
Serda
Hafid Effendi (Yon Zipur Kodam V/ Brawijaya)
5.
Kopral
Rofik (Anggota Kodim Sidoarjo)
6.
Bripka
Slamet (anggota PJR Tol)
7.
Bripda
Fani Dwi Saputra (Patwal Polda Jawa Timur)
8.
Yoesman
Eddyanto (karyawan PT Jasa Marga)
9.
Tri
Iswandi (karyawan PT Jasa Marga)
10.
Stephanus
Prasetyo (karyawan PT Jasa Marga)
11.
Ir
Edy Sutarno (Staf PT Adhi Karya)
12.
Hendra
Hartawan (Staf PT Adhi Karya)
13.
Eko
Riyadi (Karyawan PT Adi Guna Bangun)
14.
Haryo
Riza Ariyanto (Staf PT Adhi Karya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar