Sejarah Gula : Dari
Papua ke Persia Hingga Eropa
Ditulis kembali oleh Jaludieko Pramono dari berbagai sumber
Ada
banyak versi kisah tentang awal mula pemanfaatan tanaman tebu sebagai bahan
pemanis makanan maupun minuman. Ada yang menyebut bangsa Polinesia (Persia) lah
yang pertama kali memproduksi sekaligus mengkonsumsi gula tebu pada 510 tahun
sebelum masehi.
Teknologi
pemerahan tebu itu sendiri ditemukan oleh orang-orang Mesir yang memiliki
ahli-ahli pertanian dan kimia. Mereka mengembangkan teknik penyaringan,
pemurnian dan kristalisasi gula untuk kepentingan penguasa Kekaisaran Persia yang
menjajah Mesir. Inovasi itupun dijaga ketat kerahasiaannya agar produknya bisa
dijual dengan harga mahal kepada bangsa-bangsa lain.
Namun
rahasia ini terbongkar saat orang-orang Arab menguasai Persia pada tahun 642.
Mereka mulai mengenal tanaman tebu yang disebutnya sebagai ‘gelagah Persia’ dan
juga gula yang kemudian diperkenalkan ke wilayah-wilayah lain yang mereka
taklukkan. Para penguasa Arab mengambil ilmu tentang tata cara budidaya tebu
hingga proses produksi gula yang kemudian dikembangkan di daerah-daerah lain
yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol. Mereka membuat ladang
tebu di Sisilia, Siprus, Malta, Maroko dan Spanyol.
Disepanjang wilayah kekuasaan Kekaisaran Makedonia yang membentang mulai India hingga Mesir, Tentara Alexander Agung menyebarluaskan tanaman tebu dan gula kristal putih. |
Catatan pertama mengenai gula
muncul saat pasukan Alexander Agung, menjelajah ke Punjab, India. Salah
satu jenderalnya yaitu Nearchus pada tahun 327 SM melaporkan:“Ada tumbuhan
gelagah di India yang menghasilkan madu tanpa bantuan lebah, yang dapat dibuat
menjadi minuman yang memabukkan, meskipun tanaman tersebut tidak berbiji
ataupun berbuah”.
Seorang
penulis Yunani yaitu Diosorides menulis: “Ada semacam madu pekat, yang disebut
saccharon, ditemukan pada gelagah di India dan Arab, serupa garam dan rapuh
seperti garam bila digigit”.
Bahan
pemanis itu kemudian disebarkan ke seluruh daerah yang menjadi wilayah
kekuasaan kekaisaran Makedonia yang membentang mulai Italia hingga India.
Secara perlahan budidaya tebu dan teknologi pembuatan gula menyebar ke barat
dan mencapai Persia pada masa 500 SM.
Ahli
sejarah pangan, R. J. Forbes menulis: “Gula yang baru dikenal orang-orang
Romawi pada abad pertama Masehi, ternyata sudah dibuat di India meskipun dalam
jumlah yang tidak banyak”.
Harga Gula Setara
Mutiara
Ekspansi
Arab ke Mediterania merupakan suatu perkembangan yang sangat penting dalam
sejarah gula karena telah menjadi agen penyebaran rasa manis ke Eropa Selatan.
Dimungkinkan gula masuk ke daratan Eropa Utara melalui prajurit perang salib
yang pulang ke negaranya masing-masing dengan membawa ‘garam manis’ dari Tanah Suci di awal abad ke
11.
Teori
itu didasarkan pada catatan yang ditemukan di Inggris yang menyebutkan pada
tahun 1099 orang-orang setempat sudah mengkonsumsi gula tebu. Kala itu, orang
Eropa Utara menggunakan madu sebagai satu-satu bahan pemanis makanan dan juga
minuman.
Dan
sejak itu hingga berabad-abad kemudian orang-orang kaya di benua biru mulai
mengimpor gula dari Asia. Karena itu gula merupakan komoditas yang mahal. Dalam
sebuah catatan di tahun 1319 disebutkan, harga satu pound atau ½ kg gula di London setara dengan upah buruh selama
beberapa bulan. Saking mahalnya mereka menyebut gula sebagai emas putih karena
harganya setara dengan mutiara atau sutera dari Cina.
Selain
sebagai bahan pemanis, orang-orang Eropa di abad ke 13 – 15 juga menggunakan
gula sebagai obat, terutama bagi penyandang cacat untuk memperkokoh kekuatan
mereka.
Di
abad ke 15, seorang pengusaha di Venice sukses melakukan pemurnian gula,
sehingga bisa menguasai pasar di Iatalia bahkan hampir ke seluruh Eropa karena
harga jual yang ditawarkannya jauh lebih murah ketimbang barang impor. Namun
hal itu tidak bisa dinikmati terlalu lama setelah Vasco Da Gama berlayar ke
India pada tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Dalam catatannya ia
menulis tentang adanya sejumlah besar gula disana.
Ludivico
di Varthema yang melakukan perjalanan ke India antara tahun 1503-1508 mencatat
dalam bukunya “Itinerario de Ludouico de Varthema Bolognese” bahwa di selatan
Goa-India, “ada kelimpahan besar gula, terutama gula manisan sebagaimana yang
kami lihat”.
Pada
saat Duarte Barbosa, ipar dari Ferdinand Magellan, mengunjungi India tahun
1513, dia mencatat “Adanya gula di Benggala yang dibuat untuk makanan, dikemas
dan dikirim ke Srilanka dan Arab, tapi orang Benggala ini tidak tahu bagaimana
caranya membuat gula putih”.
Iustrasi orang-orang yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan sebagai budak di perkebunan tebu di Karibia |
Ekspansi
besar-besaran gula ke Eropa dimulai setelah Christoper Columbus membawa tanaman
tebu yang ia dapatkan dari penguasa Kepulauan Cannary untuk ditanam di kawasan
Karibia. Iklim yang sesuai dengan habitat tebu membuat tanaman itu bertumbuh
dengan subur disana.
Orang-orang
Eropa yang berkoloni di Karibia mulai membuka pabrik-pabrik gula disana sejak
tahun 1506 untuk memenuhi pasar lokal. Kegiatan ekspor gula dari Kepulauan
Karibia, khususnya kawasan Hispanola yang meliputi Haiti dan Dominika, ke Eropa
pertama kali dilakukan pada 1525 dengan pengiriman gula sebanyak 3 kapal ke
Spanyol. Dan pada tahun 1530 dikirim 12 kapal dengan muatan 1.500 ton gula.
Sebelumnya, di tahun 1516 orang-orang Hispanola sempat mengirim gula dalam
jumlah kecil sebagai hadiah untuk raja Spanyol.
Sejak
saat itu, permintaan orang Eropa terhadap gula terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Karena itu pengusaha di Karibia pun makin aktif memperluas
areal perkebunan tebu ke Barbados, Antigua dan sebagian Tobago hingga kawasan
hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir seluruhnya hilang digantikan
perkebunan tebu.
Dan
sebagai tenaga kerjanya, para pemodal Eropa mendatangkan jutaan orang dari
Afrika dan India untuk bekerja di perkebunan dan pabrik penggilingan tebu.
Besarnya
ceruk pasar gula membuat raja-raja Eropa kian bersemangat mengembangkan
industri gula di kawasan selatan melalui aksi penaklukan. Selanjutnya tanaman tebu
dibudidayakan secara massal di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan
lain di dunia (India, Filipina dan kawasan Pasifik). Keterlibatan para budak
dan eksploitasi sumber daya alam dan manusia di daerah jajahan itu membuat
harga jual komoditas itu di pasar Eropa bisa jauh lebih murah daripada
mengimpor dari kawasan timur yang dikuasai orang-orang Arab. Oleh karena itu,
produksi gula sangat erat kaitannya dengan imperialisme dan perdagangan budak
di dunia barat. (bersambung)
Sanggar
Puspa Kinasih-Sukodono Sidoarjo, medio 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar