Sidoarjo, Lahan Subur
di Delta Sungai Brantas
Ditulis
kembali oleh Jaludieko Pramono dari berbagai sumber
Jalan
panjang industri gula kristal putih di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran
Kabupaten Sidoarjo yang dikenal sebagai salah satu lumbung penghasil tebu
berskala nasional.
Sebagai
kawasan yang terbentuk dari hasil pengendapan material sungai atau yang lebih
akrab dengan sebutan delta Kali Brantas, Sidoarjo menjadi wilayah yang subur
sehingga cocok untuk menjadi areal pertanian dan perkebunan.
Kondisi
ini masih ditunjang dengan curah hujan yang mencapai 2717 mm mampu menyediakan
ketersediaan air bagi lahan-lahan pembubidayaan tanaman pangan di wilayah
Kabupaten Sidoarjo.
Salah
satu bukti sejarah yang masih ada hingga kini adalah Candi Pari di Porong yang
dibangun pada jaman Majapahit, tepatnya di tahun 1293 Caka atau 1371 M.
Sebagaimana tertulis dalam Kitab Negara Krtagama, candi ini dibangun atas
perintah Raja Hayam Wuruk sebagai bentuk ucapan syukur karena menjadikan
kawasan di sekitarnya sebagai lumbung pangan bagi kerajaan Majapahit.
Khusus
untuk perkebunan tebu, Bupati Sidoarjo, H. Saiful Ilah, SH., M.Hum saat
menghadiri prosesi buka giling di PG Watoe Toelis menyebutkan luasan lahan tebu
di Kabupaten Sidoarjo pada 2015 lalu sekitar 5.691 hektar.
Dengan
luasan tersebut, produksi tebu di
Kabupaten Sidoarjo tahun 2014 lalu tercatat lebih dari 682 kuintal
perhektar. Dengan rendemen rata-rata
sebesar 7,37 %, produksi gula di Kabupaten Sidoarjo tahun lalu rata-rata
mencapai 50 kuintal perhektar.
Namun
jumlah panenan tebu sekaligus produksi gula tersebut menunjukkan tren penurunan
dari tahun ke tahun seiring terkeprasnya lahan-lahan perkebunan tebu yang telah
beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman maupun industri dan pergudangan. Data
terakhir yang Diperoleh dari Dinas Pangan dan Pertanian Pemkab Sidoarjo menyebutkan
hingga awal tahun 2017 lalu lahan tebu yang tersisa hanya 4.030 hektar.
Hal
serupa juga terjadi di beberapa kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur. Dari 38
kabupaten/kota yang ada di Jatim, 35 diantaranya adalah daerah penghasil tebu. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang dirilis 19 Juni 2017 mengungkapkan
luasan lahan tebu di Jatim pada tahun 2016 mencapai 200.702 hektar yang mampu
menghasilkan 1.035.157 juta ton. Luasan lahan itu terus mengalami penyusutan
hampir di semua daerah terutama di Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto dan juga
Sidoarjo.
Tentang
hal ini Gubernur Jawa Timur, Soekarwo menyebut, “masyarakat kita itu masyarakat
tebu, yang kulturnya tebu.” Jadi wajar jika sebaran areal perkebunan tebu di
Jatim ada hampir di seluruh kabupaten/kota di propinsi tersebut.
Karena
itu ia berharap ada inovasi kreatif dari pemerintah pusat dan juga dari
kalangan intelektual untuk menjaga kultur tersebut tetap lestari dari jaman ke
jaman sehingga Jawa Timur tetap menjadi lumbung tebu dan juga gula nasional
bahkan kalau perlu dunia.
Caranya
dengan memperbaiki teknologi pembudidayaannya sehingga mampu mendongkrak
produktifitas lahan. Dengan begitu maka perkebunan tebu akan kembali menjadi
ladang garapan yang menarik bagi masyarakat maupun investor. (bersambung)
Sanggar
Puspa Kinasih-Sukodono Sidoarjo, medio 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar