Roller Coster Pabrik
Gula
Ditulis
kembali oleh Jaludieko Pramono dari berbagai sumber
Ada
dugaan kuat orang-orang Tionghoalah yang menjadi pioner pemrosesan tebu di
Indonesia. Perkiraan ini didasarkan pada kebutuhan para imigran dari daratan
Tiongkok itu terhadap gula kristal dan arak tetes tebu yang menjadi konsumsi
mereka sehari-hari. Apalagi mereka memang menguasai teknik pembuatan gula dan
arak sejak berabad-abad silam.
Usaha produksi kedua komoditas itu dilakukan
dengan pola home industri dengan kuantitas produk yang minim karena hanya untuk
kalangan terbatas. Sayangnya, tak ada data kongkrit yang bisa menunjukkan mulai
kapan usaha rumahan itu mulai dilakukan mengingat mingrasi suku bangsa berkulit
kuning dan mata sipit itu ke berbagai wilayah di bentang nusantara sudah
dilakukan sejak ribuan tahun sebelumnya.
Namun yang jelas ladang garapan itu sudah ada
ketika VOC menancapkan kuku kekuasaannya di tanah Jawa pada 1619. Bahkan saat
itu diketahui sudah banyak produsen gula kristal berskala kecil yang
menjalankan usahanya di sepanjang sungai Ciliwung.
Selanjutnya, usaha ini mulai dikembangkan
dalam skala yang lebih besar ketika VOC memutuskan untuk mengembangkan kawasan
Hindia Belanda sebagai sentra produsen gula kristal hingga berhasil melakukan
eksport pertama gula Jawa ke Eropa. Sayang tak jelaskan berapa banyak
perusahaan penggilingan tebu yang menyokong ekspor bervolume 618 ton tersebut.
Berdasarkan keterangan yang dinukil dari Buku
Jejak Sidoarjo dari Jenggala hingga ke Suriname, jumlah produsen gula di
Batavia dan Banten yang tercatat di tahun 1652 ada 20 unit ‘pabrik’ gula yang
beroperasi.