Setiap
pagi, pria itu harus menaiki kapal untuk menuju tempatnya bekerja. Biasanya ia
mampir dulu di sebuah kedai dekat pelabuhan itu untuk minum kopi sebelum
memulai aktivitasnya setiap hari.
Di
sekitar kedai itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu pada
para pria yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi. Pria itupun memanggil
seorang anak, "Sini Nak. Tolong semirkan sepatu Bapak ya?"
Anak
kecil itupun datang menghampiri pria itu dan dengan penuh semangat mulai
menyemir sepatunya. Dari mata anak itu terpancar betapa senangnya ia melakukan
pekerjaan itu untuk pria itu. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan
kepadanya, dan anak itu mengucapkan terima kasih.
Keesokan
harinya, ketika pria itu baru saja turun dari kapal kecil yang ditumpanginya,
dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkannya. Dengan senang hati ia
membantu membawa tas sampai ke kedai kopi.
Sementara
pria itu menikmati hangatnya kopi pagi, anak kecil itu menyemir sepatunya
sampai mengkilap. Seperti biasanya, setelah anak itu selesai menyemir sepatu, iapun
kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya.
Kejadian
ini terus saja berulang sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti
biasanya. Pagi itu, ketika anak kecil ini melihat sang pria turun dari kapal,
dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke
kedai kopi.
Ia
membuka sepatu pria itu dengan tangannya sendiri dan kemudian menyemir
sepatunya sampai mengkilap. Dari sorot matanya yang polos, ia melakukannya
dengan penuh antusias.
Setelah
selesai, ia pun mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya untuk memberikannya
kepada anak itu. Tapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian tersebut.
Pria
itu kaget. ‘Apa yang terjadi? Apa ia tidak membutuhkan uang?' tanya Bapak itu
dalam hatinya. Kemudian dengan lembut ia bertanya sambil menatap wajah anak
itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak
membutuhkannya?"
Dengan
mata berkaca-kaca anak kecil tersebut berkisah behwa ia adalah anak yatim
piatu. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal sehingga tiap hari ia hidup di
jalanan.
“Saya
belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita
pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak
Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi
mengambil uang yang Bapak berikan. Mulai sekarang, saya mau lakukan apapun untuk
menyenangkan hati Bapak."
Kemudian
pria itu memegang bahu anak itu dan memandang wajahnya. Dengan lembut ia bertanya,
"Nak, maukah kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?"
Sambil
memeluk erat Bapak itu anak ini menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"
Bukankah demikian dengan kita? Ketika kita sebagai anak
yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik menghampiri dan memanggil
kita, "Nak, mari datang kemari!"
Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih
Bapa. Ketika kita merasakan kasihNya yang besar, kasih tanpa batas dan tanpa
syarat itu, kasih Bapa itu pula yang dapat membuat kita berkata seperti anak
kecil itu. "Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat
bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak." *
Diambil dari Warta Ibadah Gereja Bethany Indonesia House
of Glory Sidoarjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar