Disarikan kembali oleh Luddy Eko Pramono
Salah satu rumah tua di kawasan pecinan Indramayu. (Foto by: ayocirebon.com)
Mengutip buku Peringatan 100 Tahun GKI Djabar Indramaju 1858-1958 dan tulisan zendeling S. Coolsma dalam De Zendingseeuw voor Nederlandsch Oost-Indië, tersebutlah seorang Tionghoa bernama Ang Boen Swi.
Sebelum mengenal kekristenan, Ang Boen Swi sangat taat akan kepercayaan leluhurnya. Selain itu ia juga dikisahkan rajin melakukan adat istiadat etnisnya, Tionghoa.
Diceritakan, suatu saat ia melihat seorang misionaris Belanda, Pdt. J.A.W. Kroll yang sedang membaca Alkitab di suatu tempat di luar kota Indramayu. Karena penasaran, iapun bertanya mengenai buku itu. Pdt. Kroll pun meresponnya dengan menerangkan secukupnya tentang keselamatan yang diberikan Yesus Kristus pada semua umat manusia.
Bukan hanya itu, saat akan berpisah pendeta Belanda itu meminjami Ang Boen Swi Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Melayu. Kemudian ia membaca Alkitab itu hingga akhirnya ia diketahui menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Memang tidak banyak catatan yang mengulas mengenai proses pertobatan Ang Boen Swi. Bisa jadi ia mengalami pergulatan batin yang cukup panjang saat berusaha mencari jaminan keselamatan hidupnya setelah mati nanti.
Pergulatan batin serupa juga sempat dialami oleh Ang Dji Gwan, anak laki-laki Ang Boen Swi. Pada mulanya ia sangat menentang keras keputusan ayahnya untuk menjadi seorang Kristen.
Sebagai laki-laki Tionghoa, Ang Dji Gwan memahami betul konsep tradisional yang mewajibkan kepala keluarga atau anak laki-laki memimpin acara penyembahan pada leluhur. Jika keluarganya menjadi Kristen maka tidak ada lagi yang sembahyang kepada nenek moyang dan akan mendatangkan kutukan (Put Hau).
Meski begitu Ang Boen Swi berhasil mengajak seluruh anggota keluarganya termasuk Ang Dji Gwan mengimani ajaran Kristus. Bahkan keduanya bahu-membahu dalam pekabaran Injil pada teman seetnis dan para kerabat mereka di sekitar Indramayu.
Saat beberapa orang sudah mulai tertarik, mereka pun membuka rumah untuk kebaktian, pekabaran Injil dan penelahan Alkitab di kota Indramayu yang terletak di sekitar lembah Cimanuk.
Pada 13 Desember 1858 Pdt. J.A.W. Kroll membaptis 19 orang Tionghoa di Indramayu. Mereka terdiri dari 6 orang anggota keluarga Ang Boen Swi, 4 orang anggota keluarga Lauw Pang, 7 orang keluarga Lie Hong Leng dan 2 orang dari keluarga Tjie Tek.
Peristiwa pembaptisan itu menandai lahirnya kelompok jemaat Tionghoa pertama di Jawa Barat. Bahkan pada saat Pdt. J. L. Zeger, utusan NZV melayani di Indramayu, Ang Dji Gwan diangkat sebagai asisten pendeta.
Orang-orang Tionghoa Kristen di Indramayu dikenal sebagai kelompok masyarakat yang berkarakter baik, murah hati dan bersedia membantu. Hingga masa kini jemaat rintisan Ang Boen Swi masih tetap berdiri dan menjadi gereja berlatar belakang Tionghoa paling tua di Jawa Barat.
Apa yang dilakukan oleh bapak dan anak tersebut berhasil menginspirasi petobat lainnya, Tan Ki An untuk membuka rumahnya bagi pekabaran injil pada orang Tionghoa di Indramayu.
Kelompok baru ini bahkan tidak hanya menarik orang-orang Tionghoa tetapi juga berhasil memperkenalkan kekristenan pada masyarakat Suku Sunda dan Suku Jawa, khususnya yang tinggal di daerah Tamiyang serta Juntikebon.(*/bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar