Mereka Yang Terkhianati
Kisah Para Arya Utama Singhasari
Sebuah Novel Karya Djaludieko Pramono
SINOPSIS
Kisah
ini bermula saat kerajaan Tumapel yang beribukota di Singhasari hancur lebur
usai diserang oleh Jayakatwang, raja bawahan yang berkedudukan di Gegelang.
Kekalahan ini dipicu oleh melemahnya kekuatan kerajaan yang didirikan oleh Rajasa Sang Girinathaputra lantaran sebagian besar laskarnya tengah
melakukan invasi ke Swarnadwipa dan Bali.
Serangan
yang terjadi pada 1292 itu bukan hanya meluluhlantakkan istana Tumapel namun
juga menewaskan Raja Kertanegara beserta seluruh pejabat tinggi kerajaan.
Akibatnya pusat kekuasaan di Jawa pun beralih ke tangan Jayakatwang yang
kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Dhaha atau Kadhiri.
Namun
diantara keluarga kerajaan, masih ada seorang pangeran yang tersisa. Ia adalah
Dyah Nararya Sangramawijaya atau Dyah Wijaya bersama sembilan arya utama
Singhasari. Mereka adalah Nambi, Lembu Sora, Gajah Pagon, Mahesa Wagal,
Pamandana, Wirota Wirogati, Banyak Kapuk, Medang Dangdi dan Lembu Kepetengan.
Mereka
terus berjuang hingga akhirnya terdesak dan memilih lari mencari perlindungan
ke kadipaten Songeneb yang dipimpin Arya Wiraraja. Hingga akhirnya diaturlah
siasat untuk membalaskan dendam kesumat Dyah Wijaya dengan bantuan bala tentara
dari Madura yang dipimpin putra Wiraraja sendiri, yakni Arya Adhikara alias
Lawe.
Setelah
melalui proses perjuangan yang cukup panjang, akhirnya Sangramawijaya dan
pasukannya yang dibantu bala tentara dari Mongolia berhasil menggulingkan tahta
Jayakatwang.
Di
puncak kejayaan, Sangramawijaya akhirnya mengukuhkan dirinya sebagai penguasa
baru di tanah Jawa di bawah bendera Majapahit. Dan sebagai balas jasa pada
rekan-rekan seperjuangannya, ia pun menempatkan mereka di beberapa jabatan
penting dalam organisasi pemerintahan kerajaan baru tersebut.
Namun
justru disinilah titik balik sejarah kehidupan para arya utama Singhasari itu.
Satu persatu dari mereka menemui ajalnya dengan predikat yang begitu rendah,
pemberontak. Padahal sebenarnya mereka hanya korban permainan tangan-tangan
kotor yang ingin merebut kedudukan tertinggi di kerajaan tersebut.
Dimulai
dari Lawe, lalu Lembu Sora pun tersingkirkan. Di generasi pemerintahan
selanjutnya giliran Nambi dan sebagian
besar arya utama yang tersisa yang disapu habis oleh bala tentara Majapahit
pimpinan Raja Jayanegara, putra Sangramawijaya.
Semuanya?,
ternyata tidak. Ada beberapa arya yang tersisa setelah memilih untuk
meninggalkan istana. Bahkan anak turunnyalah yang nantinya justru menjadi ikon
kejayaan Majapahit di masa pemerintahan
Hayam Wuruk.
Kisah
ini bukanlah fakta sejarah, namun sebuah karya fiksi yang mengambil sebagian
peristiwa penting dibalik perjalanan kerajaan Majapahit. Sebuah kisah
perjuangan yang tidak sekedar mengedepankan heroisme yang berkalang keringat
dan darah, namun juga pergulatan batin, siasat, romantisme serta dedikasi
tinggi yang justru disikapi dengan berbagai intrik politik hingga menjadikan
mereka sebagai para pahlawan yang terkhianati.*