Ditulis kembali oleh: Luddy E. Pramono
Dari Pelabuhan Tanjung Priok, Timnas
Indonesia berangkat pada 27 April 1938. Tim ini berkekuatan 17 pemain dan ofisial
yang dipimpin seorang pelatih berkebangsaan Belanda, Johannes Mastenbroek.
Data dari nationalgeographic.grid.id
menyebut, nama-nama pemain yang tergabung di timnas Indonesia atau Hindia
Belanda kala itu adalah Tan "Bing" Mo Heng (HCTNH Malang) dan Jack
Samuels (Hercules Batavia) yang berposisi sebagai penjaga gawang.
Di posisi bek ada beberapa nama seperti
Harting J. Dorst (Houdt Braaf Stand/HBS Soerabaja), Frans G. Hu Kon (Sparta
Bandung) dan Teilherber (Djocoja Djogjakarta).
Sedangkan pemain tengahnya antara lain
G.H.V.L. Faulhaber (Djocoja Djogjakarta), Frans Alfred Meeng (SVBB Batavia),
Achmad Nawir (HBS Soerabaja), Anwar Sutan (VIOS Batavia), G. Van den Burgh (SVV
Semarang)
Lalu barisan penyerangnya adalah Tan Hong
Djien (Tiong Hoa Soerabaja), Tan See Han (HBS Soerabaja), Isaac "Tjaak"
Pattiwael (Voetbal Vereniging/VV Jong Ambon Tjimahi), Suwarte Soedarmadji (HBS
Soerabaja), M.J. Hans Taihuttu (VV Jong Ambon Tjimahi), R. Telwe (HBS
Soerabaja) dan Herman Zomers (Hercules Batavia)
Sebagaimana dikutip dari surat kabar
mingguan yang terbit di Batavia, Java Bode, sebulan lamanya Timnas Indonesia
yang akan berlaga di ajang Piala Dunia 1938 itu mengarungi lautan di atas Kapal
Baluran menuju pelabuhan Genoa di Italia.
Situs Java Post menulis, rombongan atlet
dan pelatih sepakbola itu melanjutkan perjalanan dari Genoa menuju Belanda
dengan menggunakan moda transportasi kereta api. "Disambut hujan gerimis
serta ratusan penggemarnya, mereka tiba di stasiun Den Haag pada 18 Mei,"
begitu yang tertulis di situs tersebut. Beberapa ratus orang penggemar
menyambut kedatangan mereka dengan teriakan yel-yel.
Di awal Juni, rombongan ini berangkat ke
Prancis untuk mengikuti perhelatan piala dunia atau atau Coupe de Monde. Tidak
seperti sekarang yang menggunakan pola setengah kompetisi di babak penyisihan
grup, kala itu seluruh pertandingan menggunakan sistem gugur.
Aksi Para Kurcaci
Pada 5 Juni 1938, Timnas Hindia Belanda
alias Indonesia melakoni debutnya di Piala Dunia. Satu-satunya wakil dari Benua
Asia itu bertanding melawan tim kuat Eropa sekaligus kandidat juara dunia,
Hungaria di Stadion Reims, Prancis.
Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena
kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya
menggantikan posisi itu tanpa melalui ajang kualifikasi piala dunia seperti
yang dilakukan saat ini.
Dalam buku sejarah piala dunia terbitan
London disebutkan, para pemain Hindia Belanda didominasi para pelajar. Selain
itu ada juga laporan yang menulis mereka adalah para pegawai yang bekerja untuk
pemerintah kolonial. “Kapten timnya (Achmad Nawir-red) seorang dokter yang
menggunakan kacamata,” tulis wartawan The Times yang meliput pertandingan itu.
Sejumlah catatan menunjukkan, para pemain
Hindia Belanda, sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran
antara tahun 1912 hingga 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans
Taihuttu.
Laporan sebuah koran Perancis yang dikutip
The Times menyebut para pemain Hindia Belanda ini “Bien trop petits” alias
bertubuh pendek. "Rata-rata tinggi mereka sekitar 160 sentimeter,” tulis
wartawan olahraga Belanda, CJ Goorhoff, yang meliput langsung laga di Stadion
Rheims. Frans Meeng menjadi pemain tertinggi dengan postur 178 sentimeter.
Adapun berat badan mereka berkisar antara
65 kilogram sampai 70 kilogram. Walikota Reims menjuluki Timnas Hindia Belanda
itu mirip kurcaci. "Saya seperti melihat pesepakbola Hungaria dikerubuti
11 kurcaci," katanya berkelakar.
Meski tergolong pendek, imbuhnya, para
pemain depan Hindia ternyata jago menggocek bola. "Gaya menggiring bola
pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran
Prancis, L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.
Sebelum pertandingan bersejarah itu
dimulai, Timnas sudah memberikan kesan positif. "Mereka menarik perhatian
dan simpati penonton, karena pemain Hindia Belanda begitu sopan, seperti
memberi hormat kepada penonton," ungkap CJ Goorhoff lagi.
Tepat jam 5 sore, wasit Roger Conrie asal
Perancis meniup peluit tanpa dimulainya pertandingan antara Timnas Hindia
Belanda/Indonesia melawan Hungaria. Ia dibantu dua orang hakim garis, yaitu
Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Prancis).
Stadion Velodorme di kota Reims, Prancis
yang sekarang namanya diubah menjadi Stadion Auguste Delaune itu bergemuruh.
Sekitar 9 ribu orang penonton (menurut catatan resmi FIFA) menyaksikan
pertandingan antara timnas Hungaria yang
menggunakan kostum serba putih melawan Timnas Hindia Belanda/Indonesia yang
mengenakan kaos oranye, celana pendek putih dan kaus kaki biru muda.
Sejak awal, Hungaria mendominasi
pertandingan ini dengan melakukan bola-bola atas untuk memanfaatkan postur
mereka yang jauh lebih tinggi ketimbang lawannya. Taktik itu yang membuat
Achmad Nawir dan kawan-kawan kurang bisa mengembangkan permainan di babak
pertama. "Namun di babak kedua, permainan tim Hindia Belanda jauh lebih
baik. Mereka bermain terbuka dan berani menyerang," tulis Goorhoff.
Kiper Timnas Indonesia, Mo Heng Tan,
awalnya tampil kurang percaya diri. "Tapi selanjutnya dia main bagus, dan
beberapa kali berhasil menyelamatkan gawangnya dari kebobolan," sebut
wartawan Belanda itu.
Setelah berjibaku selama 2 X 45 menit
akhirnya Timnas Indonesia harus menelan kekalahan yang sangat telak 0-6.
Sedangkan di pertandingan lainnya Tim Oranye Belanda juga takluk dengan skor
0-3 dari Cekoslowakia.
Meski hancur di debutnya tersebut, namun
pujian pada Timnas Hindia Belanda tetap datang dari harian-harian Eropa.
Hungaria sendiri akhirnya melaju sampai babak final, namun ditundukkan Italia
2-4.
Salah seorang Bintang Timnas Hungaria,
Gyorgy Sarosi mengaku cukup berat menghadapi Hindia Belanda meski ia berhasil
mencetak gol dalam pertandingan itu. "Dia tak menyangka akan mendapat
perlawanan dari tim Hindia Belanda. Banyak kejutan," ungkap Goorhof
mengutip keterangan Sarosi.
Sarosi juga menyebut sejumlah pemain Hindia
Belanda yang bermain bagus. Diantara Sutan Anwar, Hans Taihuttu, Tjaak
Pattiwael serta Suwarte Soedarmadjie. "Kemampuan mereka menyundul bola,
beberapa kali mementahkan umpan ke Sarosi dan Toldi, dua pemain depan
Hungaria," ungkapnya.
Jejak yang Tak Terlacak
Usai dikalahkan Hungaria, Timnas Indonesia
kembali ke Belanda dan menggelar laga persahabatan dengan de Oranje di Stadion
Olimpiade, Amsterdam pada 26 Juni 1938. Hasil akhirnya 9-2 untuk timnas
Belanda!
Setelah tiga bulan berada di Eropa, mereka
pulang ke tanah air pada 1 Juli 1938. Tiga pekan lamanya mereka diatas lautan
sebelum akhirnya berlabuh kembali di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Tidak ada catatan yang menunjukkan kiprah
para pemain Timnas Indonesia selanjutnya setelah pesta Piala Dunia 1938
berakhir. "Tidak jelas kemana mereka," demikian laporan situs berita
yang dikelola di Belanda, Java Post dalam artikel berjudul Een historische
voetbalreis yang diunggah 23 Maret 2012 lalu.
Kabarnya, kiper kelahiran 28 Februari 1913,
Mo Heng Tan sempat lolos seleksi untuk kembali memperkuat Timnas Indonesia
dalam laga persahabatan melawan klub dari Singapura pada 1951.
Kisah tragis dialami pemain tengah Frans
Alfred Meeng. Menurut situs Java Post, pemain kelahiran 1910 ini ikut menjadi
korban di kapal Jepang Junyo Maru yang ditenggelamkan kapal selam Inggris.
Kapal kargo yang mengangkut para romusha dan tawanan itu terbenam di perairan
Sumatra pada 18 September 1944.*